Ada seorang gadis kecil, bermanja-manja di pangkuan seorang pria paruh baya. Memain-maikan tangan yang dulunya kekar, dan kini mulai tampak menua. Lalu memegang wajahnya agar didengarkan apa yang ingin dia katakan, wajah yang tak pernah berubah, wajah seorang ayah yang syarat akan pengalaman hidup.
Kusaksikan pemandangan itu tepat di depanku. Aku harusnya bersikap seperti apa? Ikut dalam adegan kebahagiaan itu atau memilih mundur ke belakang, menyadarkan diri bahwa ia adalah 'milik'nya juga. Dan tetap memasang wajah bahagia di hadapan yang lainnya, yang sedari tadi asyik berbisik-bisik membicarakan tentang apa yang tengah terjadi.
Ah, ternyata aku memang hanya seorang anak manusia biasa. Ada hati yang juga ingin dimengerti, bahwa aku juga bagian darinya. Akupun layak mendapat perlakuan yang sama, bukan terus-terusan mengerti akan semua kondisi yang ada saat ini.
Dan tiba-tiba ada suara di dalam kepala yang meronta-ronta ingin dikeluarkan, "Hei, dia itu ayahku. Jauh sebelum mamamu mengenalnya, dia adalah ayahku. Bisakah kau mengerti ini?"
Dasar gadis bodoh, dia hanya anak kecil yang tak tau apa-apa. Yang dia tau bahwa kau adalah seseorang yang slalu mau menemaninya bermain, dan seseorang yang dipanggil 'mba' olehnya. Dia masih terlalu kecil untuk memahami apa yang tengah berkecamuk di dalam kepala maupun hatimu.
Maka, kaulah yang harusnya mengerti. Kau pula yang harus memahami bahwa ini sudah menjadi bagian dari skenario dariNya untukmu, mainkan saja peranmu dengan baik. Biar Dia saja yang kan menilai. Karena tidak semua yang terjadi dalam hidup ini mendapatkan penjelasan, karena sebagian darinya ada hanya untuk dimengerti.
*ditulis dengan berlatar cerita seseorang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar