Kamis, 31 Januari 2013

Nomo Nomo Chuae ^^

Really like this picture!
Nomo nomo chuae,..
Eh, kok jadi kangen nonton drama Korea yah, ada kali satu tahunan.
Huhuhu.-___-"
Aku beneran udah tobat keknya, hahaha.
Hush! Akhwat kok ketawanya gituh, gak baik!
Untung saya bukan akhwat, wkwkwkwk.
*kemudian ditimpuk biji salak*

Efek dari Kepo

Saya punya seorang teman, sebut saja Bila. Bila ini bentar lagi mau nikah loh, yap beberapa bulan lagi. Hari itu dia mengajak saya bicara, curhat lebih tepatnya. Saya juga gak tau kenapa dia tiba-tiba mau bercerita kepada saya, mungkin karena saya bukan orang dengan kesibukkan yang super padat. Hehehe.

"Aku gak tau Des, harus seperti apa. Aku bener-bener bingung, apa harus bertahan atau sampai di sini saja?" Ucapnya mengakhiri pembicaraan sore itu, dengan mata yang sudah berlumur air mata.

Bila tidak begitu mengenal calon suaminya ini, Bila mungkin bukan seorang akhwat, tapi dia tidak pacaran, dia anak yang baik. Dia mengenal calonnya ini hanya dalam hitungan bulan, itupun tidak dengan pacaran. Ya wajar jika Bila ingin mengetahui banyak hal tentang calon suaminya, seperti apa orangnya, teman-temannya, bagaimana si dia berinteraksi dengan wanita-wanita lain.

Wajar donk, kan itu calon suaminya, seseorang yang kelak akan ia patuhi, si dia yang akan menggantikan posisi kedua orang tua yang harus ia muliakan, pada ridhonya ada keridhoan Allah. Maka sudah sepantasnya lah jika seorang wanita menjadi sangat selektif dalam memilih seorang imam untuknya kelak.

Dengan sengaja Bila menstalk TL calon suaminya itu, awalnya biasa saja, tak ada yang aneh. Bulan ke bulan ia baca isi TL itu, sampai ke suatu hari di mana ia melihat keakraban calon suaminya itu dengan seorang wanita. Yah, dengan RT RT yang tertampil di sana.

Kepo? Bila mungkin memang sedang kepo. Tapi, sekali lagi hal itu wajar saja menurut saya. Bukankah akun sosial media seseorang itu sedikit banyak mewakili si empunya akun bukan? Kita bisa melihat, seperti apa dia dengan teman-temannya, siapa saja teman-temannya itu.

Saya sempat bingung harus seperti apa menanggapinya. Karena itu ada di masa lalu, masa yang telah terlewat. Kita tak bisa menilai seseorang hanya dari masa lalunya saja, ya kan?

Seperti kata Bu Ainun, "Masa lalu kamu adalah milik kamu, masa lalu saya adalah milik saya. Tapi, masa depan adalah milik kita." 

Namun, tidak semua orang bersepakat akan hal ini, tidak semua orang. Ada beberapa orang yang sulit menerima masa lalu orang lain, bukan karena dia merasa paling baik dan sempurna. Tapi, karena dia merasa dia tidak cukup baik untuk bisa menerima dengan seutuhnya, tanpa ada rasa yang mengganjal di hati.

Mungkin baginya ia bukan orang yang tepat, bukan orang yang kuat jika suatu hari apa yang di masa lalu itu akan kembali ada di masa depan. Tidak ada yang menjamin hal itu takkan terjadi lagi bukan, tak ada jaminan. Hanya saja, dengan modal kepercayaan juga keyakinan padaNya, Yang Maha Pengabul Asa, kita bisa meminta agar kelak dan selamanya dia takkan pernah menyakiti hati kita, takkan pernah menodai janji suci yang telah terucap. Atau mintalah petunjuk padaNya, agar diberi jalan terbaik untuk masalah yang tengah kita hadapi.

Sedikit mengutip kata-kata seseorang, "Yang terpenting adalah siapa yang tinggal, bukan siapa yang telah pergi." Mungkin saja ada beberapa orang yang pernah hadir dalam hidupnya, yang pernah berbekas di hatinya. Tapi, yang ada saat ini bukankah hanya dirimu seorang. Dan di hari-hari yang akan datang, berharaplah hanya akan ada dirimu saja.

Tapi, sebaiknya hal seperti ini dikomunikasikan dengan baik dengan dirinya, agar ia tau apa-apa yang merisaukan kita. Mintalah untuk menjaga hatinya, juga hatimu. Karena lelaki yang baik, tidak akan membuat wanitanya tak tenang apalagi bersedih hati. Ya kan? ^^


Hmmm, jadi mikir nih di TL ku ada apa aja yah? Huaaaa, semoga tak ada yang membuat cemburu my future husband, ^^ Apa kabar yang di FB?? Tenang, saya mungkin bukan akhwat yang baik-baik banget tapi saya bukan anak yang nakal, saya gak suka berakrab-akrab ria dengan orang lain. Males.

Netralkan Saja!

"Mb, salah gak sih kalo kita memiliki kecenderungan terhadap seseorang, kepada seseorang yang meminta kita menikah dengannya?" Tanyanya di suatu sore

Kecenderungan? Sebuah perasaan? Ada hati yang condong?
Semua adalah fitrahnya manusia. Insan yang begitu manisnya, hingga rasa yang indah, si merah jambu itu memancar dengan terangnya. Tidaklah salah jika hati memiliki pilihannya sendiri, sesuatu yang menarik dirinya untuk condong kepada seseorang. 

Tapi, siapkah jika ternyata pilihan hati itu bukanlah pilihan Tuhan? Bukanlah seseorang yang ditetapkan untuk menjadi pengucap janji setia itu, yang akan menggantikan peran ayah untuk menjaga dengan baik putrinya. Hati yang condong itu dikhawatirkan akan benar-benar terjatuh, sulit untuk bangkit kembali. Karena kecondonganlah yang mendominasi pengambilan keputusan untuk membuat pilihan tersebut. Siapkah?

Manusiawi, sangat manusiawi jika hati memiliki kecenderungan kepada seseorang. Tidak ada yang bisa mengatur kepada siapa hati kita menjatuhkan pilihan. Namun, kita harus ingat bahwasanya hati kita berhak untuk tetap terjaga dengan baik, ia berhak untuk tetap berada dalam zona ketenangan, tanpa adanya keresahan juga riak-riak perasaan yang menggalaukan. Itu adalah haknya hati. Dan kewajiban kita untuk memenuhi hak-hak tersebut. Wajib!

Jika saat ini hati telah memiliki kecenderungan kepada seseorang, netralkan saja rasa itu. Kembalikan saja ia pada situasi sebelum ia mengenal sosok yang masih teramat asing itu. Kembali ke zero. Memang tidak mudah, tapi bukan berarti tidak bisa kan? Dari yang tiada menjadi ada, kembalikan lagi menjadi tiada. Dari yang biasa menjadi istimewa, kembalikan saja menjadi biasa. Biasa-biasa saja.

Hei, orang yang akan menikahimu itu belum tentu nanti benar-benar menjadi pasangan hidupmu. Sebelum ijab terucap, tak ada jaminan ia yang akan jadi imammu. Maka, netralkan saja. Demi keterjagaan hatimu dari segala sesuatu yang kelak menuai kekecewaan. 

Mintalah padaNya untuk mendekatkan dan menjauhkan segala sesuatu itu dengan caraNya. Jika memang dia yang terbaik, mintalah untuk didekatkan dengan caraNya. Jika dia bukanlah yang terbaik, mintalah dijauhkan, juga dengan caraNya. Tak perlu ngotot hanya meminta si dia, siapa tau di luar sana ada seseorang yang jauuuuh lebih baik yang dipilihkanNya untukmu. Ingatlah, rezeki dan jodoh itu telah ditetapkan, yakin dengan hal itu kan?


“Cinta hanyalah segumpal perasaan dalam hati. Sama halnya dengan gumpal perasaan senang, gembira, sedih, sama dengan kau suka makan bakso, suka mesin. Bedanya, kita selama ini terbiasa mengistimewakan gumpal perasaan yang disebut cinta. Kita beri dia porsi lebih penting, kita besarkan, terus menggumpal membesar. Coba saja kau cuekin, kau lupakan, maka gumpal cinta itu juga dengan cepat layu seperti kau bosan makan bakso.”

― novel "Kau, Aku & Sepucuk Angpau Merah". Tere Liye

Rabu, 30 Januari 2013

Episode Rindu

Yah, saya akui, saya sedang rindu saat ini.
Sangat-sangat merindukan mereka,

Tanpa terasa, air mata ini mengalir dengan derasnya. Begini yah namanya rindu. Begini yah rasanya menahan rindu.

Entah, apa karena mereka itu suka nyebelin yah, atau karena mereka itu orang-orang aneh. Saya gak tau, yang jelas mereka telah menyihir saya dengan mantra kerinduan.

Padahal bangun tidur yang pertama kali keliat itu justru poto-poto mereka, yang berjejer tak rapih di dinding kamar. Kalo mo nelpon juga bisa ataupun ketemu langsung mungkin. Tapi, yang namanya rindu itu yah gitu, gak jelas maunya apa.

Mungkin semacam perasaan asing yang datang mengisi kekosongan di hati,
Entahlah, yang jelas saat ini saya sedang rindu, benar-benar rinduuuu.

Forgive and Forget

Memaafkan dan melupakan itu adalah dua hal yang berbeda.
Memaafkan tidak berarti kita melupakan apa yang telah terjadi,
Memaafkan tak berarti kita tak ingat apa yang membuat hati terluka,
Memaafkan tak sama dengan membiarkan semua yang pernah ada terlupakan begitu saja.

Beberapa orang yang memiliki ingatan tajam, tak serta merta melupakan apa yang telah berlalu.
Baginya memaafkan dan melupakan adalah dua hal yang jelas berbeda,
Dia bisa memafkan kesalahan orang lain padanya,
Namun dia tak bisa melupakan apa yang telah orang itu lakukan padanya.

Mungkin bukan rasa dendam di hati,
Lebih ke sebuah perasaan yang biasa ada pada beberapa orang,
Rasa tak bisa melupa,

Tak selalu dikaitkan dengan kebencian,
Ia hanya belum mampu melupa sesuatu yang sempat membekas,

Waktu! Yah, waktu yang akan memangkas rasa itu,
Waktu yang akan perlahan menghapus beberapa hal yang seharusnya hilang dengan sendirinya,
Dengan waktu pula nantinya akan banyak hal yang lebih pantas untuk diingat, dikenang juga dibicarakan,
Daripada mengingat-ingat hal yang membuat hati tak suka,

Maafkanlah, lalu lupakanlah semuanya.
Nanti, kau akan dapati hatimu jauh lebih bebas,
Seperti burung-burung yang terbang mengangkasa,
Mengepakan sayap kebebasan bersama terpaan angin.


Rasanya Sakit

Ini tentang rasa sakit, yah rasa sakit itu adalah salah satu dari berbagai macam rasa yang ada di diri kita. Rasa senang, rasa lelah, rasa sedih, dan rasa-rasa lainnya. Sakit itu, yah rasanya SAKIT!


Seperti ada yang menusuk-nusuk di hati, terasa begitu menyesakkan. Sungguh!
Mungkin rasa itu dapat tergantikan dengan derai air mata yang menetes, tapi, rasa itu akan tetap menyesakkan. Bahkan mungkin terlalu menyesakkan, hingga air mata yang keluar tak mampu menenangkan hati yang kian bergemuruh itu.

Mungkin salahnya hati yang membiarkan sesuatu itu menyakitinya dengan sebegitunya. Jika kau tak mengizinkan sesuatu hal menyakitimu, maka sekuat apapun hal itu coba menyakitimu, tak akan mampu membuatmu terluka. Ia hanya akan terlewatkan begitu saja, dan kemudian hilang beriring waktu yang terus bergantian.

Ada Hati Yang Harus Dijaga

Bagimu, mungkin hidupmu adalah segalanya.
Tak ada sangkutannya dengan orang lain.
"Saya adalah saya, beginilah saya.
Kalau mau terima, yo wess.
Tidak bisa terima, juga tak apa."

Hei, ingatlah!
Nanti akan ada seseorang yang kan menemani hari-harimu,
Seseorang yang harus kau jaga hatinya,
Dia yang tak seharusnya kau sakiti, meski belum tiba masa untuk merengkuhnya.

Tak bisakah kau menjaga hatinya sedari sekarang?
Caranya?
Cukuplah kau menjaga dirimu, menjaga hatimu, juga menjaga interaksimu.
Sederhana bukan?!


Tak bisakah kau hanya berucap manis, berakrab ria, tertawa begitu lepas hanya padanya saja?
Nanti, nanti akan ada yang menanggapi sekecil apapun rasa yang kau miliki.
Sesederhana apapun hal yang kau lakukan, meski hanya sebuah pesan pendek yang tak indah.

Yah, nanti akan ada yang selalu memberikan pundaknya untukmu bersandar,
Memberi seulas senyuman menenangkan saat kau sedang lelah,
Yang akan memberikan semua waktunya hanya untuk mendampingimu.

Tak bisakah kau menjaga hatinya, sedari sekarang?

Sabtu, 19 Januari 2013

Ada Jarak?



Kau tau, kawan? Bagiku jarak terjauh bagi kita itu bukan betapa jauhnya kau berada dari sisiku, meski kau ada di seberang pulau sana, meski kau tinggal di sebuah kota kecil di seberang lautan luas itu. Aku masih bisa merasa kita dekat, tak bersekat.

Namun, jarak terjauh itu jika hatiku dan hatimu tak lagi berada di frekuensi yang sama. Tak ada lagi kedekatan antara jiwaku yang gersang dan jiwamu yang damai. Pun ketika pikiranku tak lagi sejalan dengan pikiranmu.

Memahami itu tak hanya tentang mengerti, namun lebih dari itu, menerima. Menerima diri yang bergelimang kekurangan ini, menerima hati yang kadang mengeras ini, menerima pemikiran yang tak mau menurut katamu.

Yah! Menerima semuanya. Jika kita telah saling menerima, kita akan bisa saling memahami satu sama lain.

Rabu, 16 Januari 2013

Episode Sederhana


Sederhana saja, bahagia itu bisa dengan hal-hal sederhana yang kamu lakukan dengan tulus untuk orang lain. Tak perlu dengan banyaknya rencana manis yang agak merepotkan, atau dengan memaksa diri merangkai kalimat-kalimat cantik untuk disampaikan, juga tak usah menghamburkan uang hanya untuk mendapat seulas senyuman. Cukup dengan hati, maka akan sampai juga pada hati.