Sabtu, 09 Agustus 2014

Sensi Amat Neng :D

"Kamu ini udah kaya handphone layar sentuh saja, sensitif amat. Disentuh dikit, langsung bereaksi." ^^v
Pernah ketemu temen yang sensitif sekali, tentang apa yang dia rasakan. Misalnya kita salah ucap, salah becanda ataupun salah sikap.

Aku mengenal beberapa temen yang kadar kesensiannya lebih dari yang lain. Gak bales sms, bbm, whatsapp ataupun gak ngangkat telpon, langsung ngambek dianya. Sampe ditulis di status, pm atau apalah namanya. Padahal kan mungkin saja aku gak respon pesan dia karena sedang mengerjakan yang lainnya, atau aku lagi gak punya jawaban untuk membalas.

Kalo udah ngambek, biasanya susah dijelasin. Eh ketika akhirnya dia sadar dan kembali ngerti, baru deh kembali lagi baik dan minta maaf. Terus jadi deket-deket gituh. Hahaha. Gak enak kali ya, tau kalo dia hanya salah paham dan kurang sabaaaar.

Menurut aku sih, kita harusnya menyiapkan jutaan alasan ketika seseorang terkesan mengabaikan pesan yang kita sampaikan. Siapkan kemungkinan kemungkinan yang timbul, misalnya; mungkin dia habis pulsa, habis quota, mungkin lagi repot, mungkin lagi mandi, mungkin gak sempet bales. Dan berharap jika dia ada di waktu luang akan menyempatkan diri untuk merespon apa yang kita tanyakan, sampaikan dan apapun itu.

Cuma saran ajah yah, jadi wanita mah jangan sensi sensi amat. Nanti susah bahagia loh. :p


Dan yang perlu kamu inget; sejatinya yang membuat hati kita sakit dan terluka itu diri kita sendiri, jika kita tidak mengizinkan seseorang atau sesuatu menyakiti kita. Besar kemungkinan hati kita tetap dalam keadaan baik-baik saja. Ngomong mah emang gampang yah. Hahaha. Tapi kalo mau diaplikasikan, semoga kita selalu dalam keadaan bahagia dan hati yang tenang.

Jumat, 01 Agustus 2014

Hey, August

Pada suatu ketika, sebuah nama bulan menjadi sesuatu yang layak tuk dikenang;
Tentang suatu awal yang dimulakan,
Tentang sebuah takdir anak manusia,
Tentang tanya-tanya yang kan menemui jawabnya...

Agustus, dia kah jawabannya?

Senin, 26 Mei 2014

Orang yang Baik


“kenapa?” 
“hmmm, karena ia orang baik, yang datang dengan cara yang baik.” 

karena saya tak pernah tau;
apakah ia adalah sebuah nama yang selama ini Tuhan jaga,
apakah ia sang pemilik tulang rusuk ini,
apakah ia yang sepanjang waktu memantaskan diri tuk menjadi imam saya kelak…

yang saya tau hanya sebatas ini;
ia orang baik,
ia memiliki niat yang baik,
ia datang dengan cara yang baik,
ia meminta saya dengan sgala kesanggupannya…

dan, saya merasa ‘diperjuangkan’ olehnya;
dengan aral dan liku yang ada,
ia tetap memperjuangkannya,
dengan apa adanya saya,
ia mampu menerimanya…


lalu, apa saya memiliki alasan lain untuk mengabaikannya?
cinta, kurasa adalah hadiah yang kan Tuhan berikan nantinya;
untuk mereka yang ridho atas tiap ketentuanNya,
mereka yang berupaya kuat untuk menjaga diri dan hati karenaNya,
mereka yang menjalani tiap episode hanya berharap barokah dariNya,
ya, semoga dari mereka-mereka itu ada namaku di dalamnya…


-celoteh si gadis kecil-

Rabu, 14 Mei 2014

Tulisan : Satu

“Satu fikrah saja kadang tak sejalan, akan ada beberapa hal yang mungkin menjadi bahasan untuk diperselisihkan. Apalagi jika landasan berpikir dan beberapa hal prinsip yang dianut totally berbeda. Maka jika tak kuat-kuat dalam mengontrol kesabaran dan semua maunya keras kepala, perselisihan tak bisa dihindarkan.” 

Itu kalimat yang sempat disampaikan oleh seorang teman. Dia menikah dengan seseorang yang mempunyai visi dan misi yang sama, baik dalam kehidupan pernikahnnya maupun kehidupan pada umumnya.

Tapi, terkadang masih saja ada beberapa hal yang menjadi sesuatu yang bertentangan antara dia dan suaminya. Hal-hal kecil yang sempat tak diprediksi sebelumnya.

Itu bukan menjadi masalah yang berarti sih sebenarnya, jika baik dia dan suaminya menyadari; bahwasanya pernikahan terjadi bukan karena dua orang yang sama bertemu lalu mengikat janji suci. Tapi pernikahan adalah penyatuan dua insan yang berbeda untuk dapat hidup bersama, menyelaraskan perbedaan yang ada menjadi suatu padanan indah dan saling melengkapi atas kekurangan yang ada.

Hmmm, aku ngomong kayak gini seperti dah pengalaman ajah. Hahaha, itu semua diambil dari teori di buku-buku dan beberapa pengalaman dari orang-orang dekat. Hanya ingin kembali menegaskan, bahwa kelak ‘dia’ adalah orang yang mungkin gak sama seperti aku ini. Maka harus pandai-pandai dalam menyikapi kemungkinan-kemungkinan yang ada atas perbedaan itu. ^^


Sebenernya sih nulis tema ini karena ada seorang teman yang setelah menikah jadi jarang ikut kajian rutin (halaqah) dan kesannya gak produktif. Padahal sebelumnya beliau itu orang yang sangat aktif dan rajin. Alasannya karena sang suami yang tidak memberi izin bepergian, walau untuk hadir halaqah yang satu pekan sekali itu.

Suaminya itu seorang ikhwan tarbiyah loh, aktivis kampus juga dulunya. Tapi kenapa kesannya gak paham ya, kalo halaqah itu sebagai tambahan ‘nutrisi’ untuk ruhiyah dan fikriyah sang istri.

Entahlah, aku sih gak bisa menjudge seseorang hanya karena satu dua keputusan yang dia ambil. Siapalah aku, semisal; hanya seseorang yang menilai suatu makanan dari apa yang tampak di hadapan, padahal sendirinya belum mencicipi makanan itu.

Hanya saja, sangat berharap jika kelak Allah takdirkan saya menikah. Maunya punya suami yang mendukung dan terlibat aktif dalam pembinaan ruhiyah dan firkriyah saya. Setidaknya tidak melarang saya untuk tetap berkontribusi pada aktivitas dakwah, yang menjadikan saya seseorang yang seperti sekarang ini, dan di jalan ini saya bisa berjodoh dengannya. Hihihi, aamiin donk. ^^

Senin, 28 April 2014


Entahlah, saya suka sekali menatap lama rintik hujan yang tersorot lampu. Khususnya lampu jalan. Rasanya itu mendamaikan, gak bisa dijelasin deh pokoknya. :)

Senin, 10 Maret 2014

Suka Membaca?

Ketika ditanya apa aku suka membaca? Iya, aku suka membaca. Tapi tidak bisa dikatakan bahwa membaca adalah hobiku. Aku hanya suka, hanya suka membaca. :)

Aku suka membaca. Aku suka membaca buku, aku suka membaca artikel, aku suka membaca tulisan singkat yang disebar di grup-grup yang aku ikuti, aku suka membaca cerita dari mereka-mereka yang ada di dekatku, aku suka membaca tulisan berisi 140 karakter yang berbaris rapi di lini masaku, aku suka membaca curahan hati teman-teman mayaku lewat sebuah status yang dia posting, aku suka membaca tulisan yang ada di blog-blog yang aku ikuti, yah, aku suka membaca.

Sama halnya aku suka membaca arti dari tatapan mata orang yang melihatku, ah sepertinya orang ini tidak menyukaiku. Aku juga suka membaca apa maksud Tuhan dengan apa yang terjadi padaku, walau seringnya aku belum bisa memahami apa yang coba kubaca. Aku suka membaca makna lain dari banyak hal yang tak mampu kumengerti, sepertinya Tuhan masih menyimpan jawaban dari tanya yang tak kudapati jawabnya itu, dari ketidak mengertianku itu. :)

Tapi entah kenapa, saat suasana hatiku sedang tidak bersahabat, membaca sesuatu bisa membuatnya jauh lebih baik. Ketika aku tak tau apa yang bisa membuat hatiku lekas berdamai dengan semuanya, dengan serta merta aku mengunjungi sebuah toko buku; di mana ada berjuta kisah, berjuta cerita, juga banyaknya pola pikir yang menjelma dalam kalimat-kalimat sederhana, yang bermakna tak pernah sederhana, tercetak rapi pada buku-buku yang berdesakan memenuhi ruangan di gedung tiga lantai itu.

Membaca dan mencoba memahami apa yang kubaca, selalu mampu membuat hatiku lekas membaik. Perasaan yang harusnya tidak pernah ada, tiba-tiba menguap seketika. Melayang jauh, seperti balon udara yang lepas dari genggaman tangan mungil seorang bocah kecil, menatap takjub dan kemudian menangis tersedu saat menyadari balonnya jauh dari pandangan, lepas dari genggaman tangan.

Aku tidak berlebihan, memang seperti itulah faktanya. Membaca membuat tanya-tanya yang sempat ada, terjawabkan dengan cara sederhana, sangat sederhana malah. Hanya saja, terkadang aku memperumit semuanya dengan satu tanya; kenapa harus? 


 Dan, masihkah kau ingat? Kata yang disampaikan kepada Kekasih Allah, Muhammad SAW saat ia menerima mukjizat luar biasa dari Tuhannya, iqro’! Dan semuanya berawal dari satu kata itu. Maka sudah selayaknya lah kita mengawali segalanya dengan membaca; membaca dengan menyebut namaNya, membaca dengan berharap diberikan kecerahan hati olehNya, membaca dengan tujuan mendapati banyak hikmah atas izinNya.

Hai kamu, selamat membaca. :)

Kamis, 06 Maret 2014

Tetap Anak Ibunya

Seorang teman pernah berkata; "Anak laki-laki itu tetap anak laki-laki ibunya. Meskipun dia sudah menikah dan sudah menjadi Bapak dari anak-anaknya, dia tetaplah anak ibunya."

Saat itu aku hanya berkata, bukankah aku juga tetap anak ibuku, meski kelak aku jadi seorang ibu untuk anak-anakku. Lalu, apa bedanya?

Jelas beda Aci! Anak perempuan adalah 'milik' suaminya, ketika akad itu terucapkan, ketika jari tangan sang ayah telah menggenggam erat jemari laki-laki; yang beberapa waktu lagi akan menggantikan posisinya, yang dia titipkan anak perempuannya untuk dilindungi, dipimpin dan dibahagiakan.

Sedangkan sang ibu untuk anak laki-lakinya, tetap menjadi salah satu sayap bidadari yang akan menemani sang anak dalam kehidupannya, dulu, sekarang dan hingga nanti. Dan satu sayap lainnya lagi adalah sang istri.

Maka sudah sepantasnya sang ibu menjadi sangat selektif, saat berkenaan tentang calon istri anak laki-lakinya. Apakah perempuan ini bisa menjadi istri yang baik untuk anak laki-lakinya, apakah ia bisa melayani dengan sebaik-baiknya untuk sgala sesuatu yang dibutuhkan anak laki-lakinya, apakah ia bisa menjadi perempuan yang akan mendukung dan slalu setia membersamai anaknya, dan sejuta tanya lain yang ada dalam benaknya.

Sama halnya untuk sang ayah, akan begitu hati-hati saat meng-iya-kan permintaan untuk meminang anak gadisnya. Apakah laki-laki ini bisa membuat anak gadisnya bahagia, apakah ia bisa menjaga anak gadisnya sebaik penjagaannya selama ini, apakah ia menjamin tak akan membuat anak gadisnya terluka.


Tahukah kau, si anak laki-laki sang ibu. Aku akan lebih respect padamu, saat kau nantinya menjadi anak berbakti dengan mendengarkan kata-kata ibumu. Yang takkan melangkah jika ridhonya tak kunjung diberi. Daripada memaksakan kehendak hati. :)