Senin, 26 Mei 2014

Orang yang Baik


“kenapa?” 
“hmmm, karena ia orang baik, yang datang dengan cara yang baik.” 

karena saya tak pernah tau;
apakah ia adalah sebuah nama yang selama ini Tuhan jaga,
apakah ia sang pemilik tulang rusuk ini,
apakah ia yang sepanjang waktu memantaskan diri tuk menjadi imam saya kelak…

yang saya tau hanya sebatas ini;
ia orang baik,
ia memiliki niat yang baik,
ia datang dengan cara yang baik,
ia meminta saya dengan sgala kesanggupannya…

dan, saya merasa ‘diperjuangkan’ olehnya;
dengan aral dan liku yang ada,
ia tetap memperjuangkannya,
dengan apa adanya saya,
ia mampu menerimanya…


lalu, apa saya memiliki alasan lain untuk mengabaikannya?
cinta, kurasa adalah hadiah yang kan Tuhan berikan nantinya;
untuk mereka yang ridho atas tiap ketentuanNya,
mereka yang berupaya kuat untuk menjaga diri dan hati karenaNya,
mereka yang menjalani tiap episode hanya berharap barokah dariNya,
ya, semoga dari mereka-mereka itu ada namaku di dalamnya…


-celoteh si gadis kecil-

Rabu, 14 Mei 2014

Tulisan : Satu

“Satu fikrah saja kadang tak sejalan, akan ada beberapa hal yang mungkin menjadi bahasan untuk diperselisihkan. Apalagi jika landasan berpikir dan beberapa hal prinsip yang dianut totally berbeda. Maka jika tak kuat-kuat dalam mengontrol kesabaran dan semua maunya keras kepala, perselisihan tak bisa dihindarkan.” 

Itu kalimat yang sempat disampaikan oleh seorang teman. Dia menikah dengan seseorang yang mempunyai visi dan misi yang sama, baik dalam kehidupan pernikahnnya maupun kehidupan pada umumnya.

Tapi, terkadang masih saja ada beberapa hal yang menjadi sesuatu yang bertentangan antara dia dan suaminya. Hal-hal kecil yang sempat tak diprediksi sebelumnya.

Itu bukan menjadi masalah yang berarti sih sebenarnya, jika baik dia dan suaminya menyadari; bahwasanya pernikahan terjadi bukan karena dua orang yang sama bertemu lalu mengikat janji suci. Tapi pernikahan adalah penyatuan dua insan yang berbeda untuk dapat hidup bersama, menyelaraskan perbedaan yang ada menjadi suatu padanan indah dan saling melengkapi atas kekurangan yang ada.

Hmmm, aku ngomong kayak gini seperti dah pengalaman ajah. Hahaha, itu semua diambil dari teori di buku-buku dan beberapa pengalaman dari orang-orang dekat. Hanya ingin kembali menegaskan, bahwa kelak ‘dia’ adalah orang yang mungkin gak sama seperti aku ini. Maka harus pandai-pandai dalam menyikapi kemungkinan-kemungkinan yang ada atas perbedaan itu. ^^


Sebenernya sih nulis tema ini karena ada seorang teman yang setelah menikah jadi jarang ikut kajian rutin (halaqah) dan kesannya gak produktif. Padahal sebelumnya beliau itu orang yang sangat aktif dan rajin. Alasannya karena sang suami yang tidak memberi izin bepergian, walau untuk hadir halaqah yang satu pekan sekali itu.

Suaminya itu seorang ikhwan tarbiyah loh, aktivis kampus juga dulunya. Tapi kenapa kesannya gak paham ya, kalo halaqah itu sebagai tambahan ‘nutrisi’ untuk ruhiyah dan fikriyah sang istri.

Entahlah, aku sih gak bisa menjudge seseorang hanya karena satu dua keputusan yang dia ambil. Siapalah aku, semisal; hanya seseorang yang menilai suatu makanan dari apa yang tampak di hadapan, padahal sendirinya belum mencicipi makanan itu.

Hanya saja, sangat berharap jika kelak Allah takdirkan saya menikah. Maunya punya suami yang mendukung dan terlibat aktif dalam pembinaan ruhiyah dan firkriyah saya. Setidaknya tidak melarang saya untuk tetap berkontribusi pada aktivitas dakwah, yang menjadikan saya seseorang yang seperti sekarang ini, dan di jalan ini saya bisa berjodoh dengannya. Hihihi, aamiin donk. ^^