Rabu, 26 Juni 2013

Barakallah,...

"Bahagia itu, saat orang-orang terdekat kita turut merasakan betapa indahnya hidup dalam naungan Islam." -kata seorang guru


Iya, satu lagi saudara sepupuku akhirnya memutuskan berhijab. Rasanya itu seneng banget, jadi merasa punya satu kesamaan yang cukup kuat dengannya. Dia baru mau masuk SMA, biasanya remaja seusianya masih sibuk berlomba tampil semenarik mungkin. Salah satunya dengan memakai pakaian yang sedang trend saat ini; rok mini, celana pendek, dan kawan-kawannya.

Gak bisa dipungkiri juga sih, hijab sekarang ini bukan hal yang asing lagi. Banyak sekolah yang malah mewajibkan siswanya untuk berhijab, ditambah dengan ragam model hijab yang sekarang sedang booming di negara ini. Jadi, meskipun berhijab tetap bisa tampil cantik dan menarik.

Mungkin itu juga salah satu alasan banyak remaja putri yang meskipun masih sangat belia, sudah mau menutup auratnya. Meskipun belom sesuai dengan tuntunan yang seharusnya, minimallah itu adalah jalan untuknya berproses ke arah yang lebih baik. Nanti, semoga nanti akan lebih syar'i lagi. Aamiin. :)

Aku tau, tidak mudah bagi seseorang untuk ber'hijrah'. Dari yang terbiasa dengan sesuatu yang terbuka, kemudian harus menutupinya dengan pakaian yang terasa membelenggu kebebasan itu. Ada banyak pertimbangan yang muncul, seperti ada yang berkecamuk di hati.

Haruskah sekarang? Kenapa gak nanti ajah? Di saat sudah siap, siap dengan sebenar-benarnya siap. Takut nanti hanya akan menjadi penyebab citra hijab itu tercoreng karena tingkah yang masih jauh dari kata 'baik', takut nanti dibilang sok alim lah. Begitu kata logika, yang seringnya ditentang oleh hati yang ingin menyegerakan.

Yah, perasaan macam itu pasti pernah dirasakan oleh mereka-mereka yang ingin berhijrah. Makanya, ketika ada seorang kenalanku memutuskan untuk berhijab, rasanya seneng banget. Itu artinya dia berhasil mengalahkan segala logika keduniaan yang kadang terus menyerang hati yang haus akan ketenangan, karena ketenangan itu akan diraih saat kewajiban telah mampu ditunaikan. Dan, menutup aurat adalah kewajiban yang tak bisa ditawar, meski dengan kata BELUM SIAP.

barakallah adek Nini,
semoga istiqomah dengan hijabnya yah,
saranghae ^^

Selasa, 25 Juni 2013

Bersamamu, kawan...

"Hidup ini keras." katamu suatu hari, "Aku tau." jawabku singkat.

Maka dari itu, aku memilih bersamamu. Karena mungkin menjalani hidup yang keras tanpamu di sisi, takkan kurasa bahagianya. Maka, temanilah aku. Kita buat hidup yang keras ini menjadi lebih indah, dengan tawa dan duka kita, bersama.


Aku tau, kita tak berjalan dengan beralaskan permadani yang lembut, tak juga beratapkan payung yang nyaman, atau berhiaskan dan bertabur bunga-bunga.

Kita menjalani hidup yang sama dengan yang lain, kadang ada kerikil yang menggores luka, ada duri yang menyayat sakit. Tapi, kau harus ingat, ada juga hujan yang mendamaikan, terbit pelangi setelah guyurannya hilang. Juga ada bintang-bintang di langit malam kita yang pekat, bukankah itu juga harus kau perhitungkan.

Kelak, ada banyak hal yang kan kita lihat, hadapi dan lewati. Maka, genggam aku dengan erat. Jangan lepaskan tangan, karena kau adalah kekuatanku, kawan.

Menjelang tahun ke-7 hijrahku,
 terima kasih masih mengenggam erat tanganku. 
Aku mencintaimu, karena Allah.

Apa Kabar?

Mungkin hanya sebuah sapaan pembuka bagi seseorang ke orang lainnya. Bisa dibilang juga sih itu pertanyaan basa basi, yang kadang gak terlalu membutuhkan jawaban, apalagi kalo orang itu ada di hadapan kita. Tampak sehat, baik-baik saja, dan masih sama seperti yang dulu.

Tapi, kau tau? Apa kabar sejatinya adalah ungkapan lain dari kalimat 'aku rindu', katanya seperti itu. Yah, ada yang bilang 'apa kabar' hanya sebuah kalimat ganti dari sebuah kerinduan. Aku juga gak tau pasti, apa kah tiap 'apa kabar' dari seseorang slalu diasumsikan sebagai pernyataan rindu, dari orang tersebut. Mungkin iya, tapi mungkin juga tidak. :)

Kadang ada beberapa orang yang jarang sekali bisa ditemui, hanya bisa menyaksikannya lewat gemerlapnya dunia maya. Cukup tau saja, dia masih ada, masih sehat, sepertinya masih baik-baik saja. Lalu kemudian tak ada pesan ataupun panggilan yang ditujukan untuknya, meski hanya untuk bertanya 'apa kabar?'

Namun seringnya aku mendapat tanya itu justru dari orang yang kerap kali berkomunikasi denganku, melakukan interaksi yang cukup intens. Teman dekat, sahabat, teman lama, ataupun keluarga. Mereka sering menyampaikan tanya itu, kepadaku, "apa kabar Aciii? lagi apa oi?"

Padahal yah orang yang nanya itu, baru juga tiga hari yang lalu ketemu dan makan es krim bareng. Makanya aku bilang, sebenernya dia itu lagi kangen sama akunya. Jadi sok-sok-an deh nanya kabar segala, padahal kalo akunya sakit, dia juga mungkin orang pertama yang dikasih tau. :p

Yap. Mungkin karena manusia emang insan yang paling gengsian buat nyatain perasaan yang ada di hati, mau bilang "aku kangen" rasanya gak mungkin deh. Pasti akan jadi aneh dan akan ada banyak pertanyaan lain yang akan dilontarkan, "ada apa? lagi kumat yak? atau salah makan?" =))

Apapun itu deh, yang jelas kalo ada yang nanya kabar, berarti orang itu peduli sama kita. Tapi, kudu hati-hati juga, siapa tau yang nanya kabar itu orang yang pernah kita janjikan sesuatu, yang mungkin janji itu kita abaikan dan terlupakan deh. Jadinya, dia nanya kabar, supaya kamunya inget. Gituh. Nah loh! :p


Btw apa kabar, kamu?

Senin, 24 Juni 2013

Remedi

"Ujian hidup itu sama seperti ujian di sekolah, kalo kita gak lulus di satu mata pelajaran, maka akan diulang lagi ujiannya, diulang lagi dan diulang lagi sampai kita lulus." katanya di suatu petang

Jadi, kalo kamunya ngerasa suatu masalah itu gak selesai-selesai, kenapa kamu slalu ada dalam lingkup permasalahan yang itu lagi, itu lagi. Rasanya bosan yah ngadepin hal yang sama dalam waktu yang relatif lama.

Yah, mungkin saja justru itu ujian buat kamu. Diminta bersabar, lebih lama. Dalam menghadapi ujian yang sama, sampai kamunya bisa beneran lulus ujian tersebut.

Tapi, kamu harus inget. Kalo ujian itu udah berhasil kamu lewati, di depanmu akan ada banyak lagi ujian-ujian yang mungkin jauh lebih sulit dari yang sebelumnya.

Jelas donk! Kan udah naik tingkatan, masalah-masalah yang ada otomatis akan semakin complicated. Kuncinya harus SABAR dalam menjalani tiap persoalan hidup yang menghampiri, *tsaaaah | gaya banget deh gue, :))

Teman Cerita

"Seringnya yah kita bicara panjang lebar, eh orang yang diajak bicara responnya singkat bahkan gak ada tanggapan. Namanya juga hidup..."

"Barangkali kitanya juga pernah seperti itu. Di suatu waktu, yang entah kapan, kita mungkin sudah lupa..."

-@AciDesii
Itu adalah dua twit yang aku poskan, sebenernya karena kemarin itu lagi ngobrol sama orang. Eh responnya malah datar banget, gak ada tanggapan lebih tepatnya. Padahal aku itu beneran lagi pengen cerita, yah mungkin orangnya lagi sibuk kali ya. Jadinya responnya gitu. Entahlah,...

Aku itu dibilang suka cerita, iya. Tapi dibilang jarang cerita, juga iya. Kadang banyak hal yang ingin dibagi, diceritakan ke orang lain, orang terdekat tentunya, tapi mereka sepertinya juga punya hal-hal yang ingin dibagikan. Jadinya kadang niat cerita itu hilang, karena diminta untuk mendengarkan cerita mereka.

Dan, mungkin memang gak seharusnya mengharap orang slalu bisa menjadi pendengar untuk tiap cerita yang menurut kita adalah sebuah hal yang menarik untuk dibahas dengan seseorang. Karena mungkin bagi orang itu, sesuatu yang tidak berkenaan dengannya bukan sebuah hal yang menarik. *eh, kok aku jadi suudzhon yah. :D

Makanya lebih suka cerita ke blog, yang inginnya dibicarakan jadi lebih enak jika dituliskan saja. Tidak mengharap ada yang membaca, kalau pun ada yang membaca, itu atas kerelaan mereka sendiri. Setidaknya aku merasa didengarkan, meski hanya sebuah layar yang tak bisa diajak berkomunikasi.

Dulu pernah nonton drama Korea, di mana salah satu peran di dalamnya adalah seorang gadis yang lebih suka membaca dan menonton. Dia tidak memiliki banyak teman, dia tidak bergaul dengan orang di luar rumahnya.

Kenapa dia memilih membaca dan menonton, karena permasalahan yang ada dalam buku atau film tidak akan berpengaruh dalam hidupnya. Mereka yang merasakan konflik di sana, hanya untuk disaksikan dalam bentuk ditonton dan dibaca. Dan dia menemui kebahagiaannya sendiri dari apa yang disukainya.

Aku tidak separah itu tapinya. Tapi, salah satu alasan aku suka membaca novel ataupun menonton sepertinya sama dengan alasan gadis itu. Di novel atau film, banyak hal yang kadang tidak ditemui dalam kehidupan. Merasa hidup ini sangat berwarna, apalagi kalo habis nonton drama lucu, mood jadi baik banget sampe berminggu-minggu. Begitu juga kalo baca novel yang endingnya sedih, moodku bisa buruk selama beberapa waktu. Rasanya pengen banget bilang ke penulisnya untuk ngeganti endingnya, hahaha.

Yah, aku merasa menulis di sini ataupun di beberapa tempat yang aku rahasiakan adalah salah satu cara agar aku tidak jadi stress, karena tidak bisa mengeluarkan hal-hal yang seharusnya tidak pernah ada dalam pikiran apalagi jika harus menetap lama di sana.

Tapi gak semua yang dituliskan di blog itu adalah cerita tentang aku, tentang apa yang aku rasakan, atau apa yang aku inginkan. Kadang suka nulis asal-asalan, sesuatu yang mungkin aku dapatkan dari membaca, mendengar juga menonton. Jadi gak semua tulisanku itu berkisah tentang akunya, karena banyak juga cerita tentang kamunya loh. *uhuk =))

Minggu, 23 Juni 2013

Pelayanan

"Jika tak bisa tersenyum dan beramah tamah, harap jangan jadi pedagang."

Entah kudengar dari mana kalimat itu, tapi kurasa ada benarnya juga.

Seperti kemarin, aku dan Dwi pergi ke pasar untuk nyari kado buat Mb Dona, yang tlah melangsungkan akad nikah kemarin sore. Nah, hari ini resepsinya. Jadi kita ngasih kadonya hari ini deh. :)

Ada seorang Bapak penjual yang ramahnya pake banget deh, sebenernya kita itu cuma mau liat-liat doank dan rencananya masih mo muter buat nyari yang paling pas di hati dan dompet tentunya. Hihihi.

Eh saking ramahnya, kita jadi kecantol deh di tempat itu. Dan gak jadi muter-muter, kebetulan udah sore juga, mo cepet-cepet pulang. Tapi kita gak asal milih loh, in shaa Allah itu hadiah akan bermanfaat banget nantinya buat mereka.

Nah sepulang dari situ kita mo nyari kertas kado, sekalian makan es krim di depan swalayan itu. Karena si Dwi gak punya uang kecil, jadinya kita pesen makanan juga di sana. Biar gak diomelin kalo bayar pake uang cepek, padahal belanjanya cuma berapa ribu.

Pas ibu penjual itu ngasih kembalian, ternyata kembaliannya itu kurang. Kita coba jelasin, eh ibunya tetep kekeuh kalo dia ngasih kembalian dengan cukup. Ya sudah, kita tinggal pergi deh. Sambil bilang ke ibu penjual itu, "iya bu kami coba ikhlasin uang tadi"

Tapi, satu hal yang mungkin ibu itu lupa, dia akan kehilangan dua pelanggan. Bukan karena benci apalagi dendam, hanya males ajah kembali ke sana. Bukan karena uang kembalian itu juga, cuma agak kurang suka cara ibu itu ketika kita jelasin. Mo marah-marah gituh deh, jadi serem. -___-"

Hmmm, seandainya ibu itu tau yah. Bahwa akan sangat merugi baginya memberi makan untuk keluarga dari uang yang bukan haknya dia, walopun itu tidak seberapa besarnya. "Semoga Allah mengampuni kekhilafan kita semua ya, bu?"

Menyapa Pagi


hai pagi,
Tuhan masih memberi kita kesempatan bertemu kembali,
kau masih tetap sama,
membawa sepercik aroma kesejukan untuk jiwa yang gersang,
segenggam harapan untuk dia yang tak putus menguntai asa,
secawan ketenangan untuk hati yang gundah gulana,
juga sekotak semangat untuk dia yang kan melangkah maju.

terima kasih Tuhan,
untuk hari baru yang kau berikan,
pada hamba yang berlumur akan kesalahan,
pada hamba yang jarang bersyukur atas tiap kenikmatan,
kumohon, untuk hari ini sertai langkahku dengan keberkahan,
naungi tiap gerakku dengan keridhoan,
agar kelak kan kudapati Engkau menatapku dengan senyuman.

Senin, 17 Juni 2013

Untuk Dimengerti

Ada seorang gadis kecil, bermanja-manja di pangkuan seorang pria paruh baya. Memain-maikan tangan yang dulunya kekar, dan kini mulai tampak menua. Lalu memegang wajahnya agar didengarkan apa yang ingin dia katakan, wajah yang tak pernah berubah, wajah seorang ayah yang syarat akan pengalaman hidup.

Kusaksikan pemandangan itu tepat di depanku. Aku harusnya bersikap seperti apa? Ikut dalam adegan kebahagiaan itu atau memilih mundur ke belakang, menyadarkan diri bahwa ia adalah 'milik'nya juga. Dan tetap memasang wajah bahagia di hadapan yang lainnya, yang sedari tadi asyik berbisik-bisik membicarakan tentang apa yang tengah terjadi.

Ah, ternyata aku memang hanya seorang anak manusia biasa. Ada hati yang juga ingin dimengerti, bahwa aku juga bagian darinya. Akupun layak mendapat perlakuan yang sama, bukan terus-terusan mengerti akan semua kondisi yang ada saat ini.

Dan tiba-tiba ada suara di dalam kepala yang meronta-ronta ingin dikeluarkan, "Hei, dia itu ayahku. Jauh sebelum mamamu mengenalnya, dia adalah ayahku. Bisakah kau mengerti ini?"

Dasar gadis bodoh, dia hanya anak kecil yang tak tau apa-apa. Yang dia tau bahwa kau adalah seseorang yang slalu mau menemaninya bermain, dan seseorang yang dipanggil 'mba' olehnya. Dia masih terlalu kecil untuk memahami apa yang tengah berkecamuk di dalam kepala maupun hatimu.

Maka, kaulah yang harusnya mengerti. Kau pula yang harus memahami bahwa ini sudah menjadi bagian dari skenario dariNya untukmu, mainkan saja peranmu dengan baik. Biar Dia saja yang kan menilai. Karena tidak semua yang terjadi dalam hidup ini mendapatkan penjelasan, karena sebagian darinya ada hanya untuk dimengerti.


*ditulis dengan berlatar cerita seseorang

Minggu, 16 Juni 2013

Menjaga Lisan

Katanya sih lidah manusia itu lebih tajam dari pada pisau belati sekalipun. Ada juga yang bilang, mulutmu harimaumu. Sesuatu yang bisa menerkammu kapan saja, jika tak kau jaga dengan baik.

Ada banyak orang terluka karena ketajaman kata-kata yang disampaikan. Ada banyak air mata yang menetes diam-diam, saat ada perkataan yang menancap tajam, terdengar dan terngiang di telinga. Ada banyak hati yang sakit karena kalimat-kalimat yang bagai racun disebar sembarangan.

Luka karena pisau dapat sembuh beriring waktu, namun konon katanya luka karena lisan teramat lama disembuhkan. Akan melekat pada ingatan, meskipun bagi mereka yang tak memiliki jiwa pendendam.

Berbahaya sekali bukan, sebuah mulut yang diciptakan dengan begitu banyaknya fungsi itu. Kau bisa membuat orang terkagum karena suaramu yang merdu. Kau bisa memakan makanan paling lezat yang ada di hidangan. Kau bisa menjelaskan ini dan itu dengan panca indera satu itu. Tapi, kau pun bisa membuat seseorang terpuruk, terpojok, terluka, juga tersakiti dengan lisan yang tak kau jaga dengan baik.

Jadi ingat kejadian di masjid tadi sore, ada seorang ibu yang marah-marah karena ada seorang gadis yang tidak sengaja membuka pintu toilet, di mana ada ibu itu di dalamnya. Padahal gadis itu sudah memanggil beberapa kali, apakah di dalam orang atau tidak, dan tidak ada jawaban.

Mungkin gadis itu salah, tapi dengan ibu itu marah-marah sambil menggunakan kata-kata kasar, jadinya seakan yang salah itu adalah ibu tadi. Dan semua orang yang ada di sana jadi tidak suka dengan ibu itu, karena sikap dan lisannya yang kurang baik.

Entahlah yah, aku juga gak ngerti kenapa orang-orang kadang bicara tidak dipikir terlebih dahulu. Apakah perkataannya akan menyakiti orang atau tidak, apakah orang yang dikasari itu akan tersinggung atau bahkan menangis karena ucapannya. Tidak bisakah kita memposisikan diri sebagai seseorang yang diperlakukan seperti itu, tidak senang pastinya kan, malah mungkin jadi benci.

Hmmm, untungnya kita memiliki suri tauladan terbaik, seseorang yang menjadi acuan kita dalam bersikap di kehidupan ini. Adalah Rasulullah SAW, seseorang yang meski sering diludahi, dihina, dicaci maki dengan sebegitunya, tetap menjaga sikap baiknya terhadap orang yang berlaku begitu padanya. Bahkan beliau selalu memberi makan dan menyuapi orang yang bersikap kasar tersebut.

Aaaah, akhlakmu sungguh mulia, duhai kekasih Allah. Bisakah kita seperti itu, yang senantiasa menjaga sikap baik kepada siapa saja, meski ia tidak berlaku baik pada kita, meski ia membenci bahkan memusuhi kita? Bisakah bersabar dalam tiap prilaku yang kurang baik oleh orang yang kita temui, dan tetap menampakkan wajah bersahabat, meski taring orang itu hampir keluar karna amarah yang memuncak?

Jika belum bisa seperti itu, paling tidak kita tidak membalasnya. Pergi jauh saja dari orang itu, kurasa itu akan sedikit menenangkan. :)

Bukan Salesman

Kuharap kau bukan salesman, yang mengetuk tiap pintu, dan menyampaikan kalimat yang sama.
Karena sungguh aku tak tertarik pada dia yang seperti itu.

Kuharap kau bukan salesman, yang tersenyum ramah pada tiap pelangganmu. Dan berharap ada yang tergoda dengan tawaran yang kau sampaikan.

Kuharap kau bukan salesman, yang mengatakan hanya aku satu-satunya orang yang beruntung. Lalu, berkata hal yang sama pada dia di balik pintu lainnya.

Aaaah, kuharap kau tak seperti itu...


*menyikapi fenomena ikhwan modus yang bertebaran di mana-mana

Coretan Iseng

"Kenapa? Dadamu sakit?"

"Bingkai harapan yang dia hancurkan itu, aku sertakan hatiku di dalamnya. 
Hatiku patah, pecah seperti bingkai kaca itu."


Hatimu tak pernah patah, karena ia tak terbuat dari kayu ataupun sejenisnya.
Hatimu tak pernah pecah, karena ia juga tak terbuat dari kaca ataupun kristal.
Hatimu hanya terluka, karena ia terbuat dari segumpal daging di dalam tubuh.

Lalu, kenapa saat hati terluka, yang mengalir adalah air mata, bukannya darah.
Harusnya jika ia terluka, ia akan berdarah karena tercipta dari segumpal daging.

Sabtu, 15 Juni 2013

Mungkin Kamu Lupa

Mungkin kamu lupa, jika matahari slalu kembali terbit menggantikan malam,
membawa cahaya terang, setelah malam puas menghamparkan kegelapan.

Mungkin kamu lupa, bahwa pelangi slalu setia menanti,
menanti hujan deras itu segera berhenti, lalu menggaris warna-warni di langit biru.

Mungkin kamu lupa, setelah badai datang dengan menggila,
akan ada ketenangan yang menggantikannya, damai.

Mungkin kamu lupa, bahwa kesedihan hanya datang sesekali saja,
kau tak melulu menangis di tiap waktu, bukan?

Mungkin kamu lupa, Tuhan mempunyai 3 jawaban untuk do'a-do'amu;
IYA, kau akan mendapat apa yang kau panjatkan,
TUNGGU, kau harus bersabar menanti do'amu terijabahkan,
TIDAK, Dia akan mengganti dengan yang lebih baik, lebih baik!

Mungkin kamu lupa, bahwa tidak semua yang kamu suka dapat kamu miliki,
seperti kau menyukai pantai, kau tak akan bisa membawanya pulang,
seperti kau menyukai hujan, kau tak mungkin akan membungkus dan menaruhnya di teras depan,
seperti kau menyukai bintang, kau tak boleh memetiknya lalu menghiasi atap kamarmu dengan kerlipnya,
karena kita tak boleh egois, ada hal-hal yang memang seharusnya tidak untuk dimiliki,
ia hanya perlu tetap berada di tempatnya, agar kita tau bahwa tiap keinginan harus ada batasnya,

Mungkin kamu lupa, ada seseorang yang menjaga diri dan menjaraki hati di suatu tempat,
dengan harapan kau pun berlaku begitu, agar kelak kita tak saling menyakiti.

Mungkin kamu lupa, bahwa do'a-do'a yang dipanjatkan adalah sebuah bentuk kerinduan,
ada yang merinduimu, hanya mampu memelukmu dengan barisan do'a-do'anya, dari jauh.

Mungkin kamu lupa, tak apa jika begitu,
bukankah manusia memang tempatnya lupa dan salah,
maka akan kuingatkan kau, bahwa kau masih memiliki aku,
seorang teman, yang akan membantumu mengingat.

Merinduimu, Teman

"Ada 2 jenis kerinduan," katamu suatu hari, 
"Kerinduan pertama tersebab kita pernah merasakan sesuatu dan kita menginginkannya lagi. Kerinduan kedua tersebab kita tak pernah mengalaminya dan benar-benar ingin merasakannya. Setia menunggu dalam penantian yang lugu."
(Fahd Djibran, Revolvere Project) via status FB temen..
Pagi ini ngerempong di room Akhwat Ar-Risalah di WhatsApp, ngobrol bareng temen-temen semasa di kampus. Yang sekarang tinggalnya berjauhan, ada yang di Jakarta, Surabaya, Muara Dua, yang di Palembang pun karena kesibukan kadang jarang ketemu.

Ada kerinduan yang diam-diam menelusuk di hati, ada air mata yang tanpa sadar mengalir membersamai hati yang rindu itu. Aaaah, teman kau akan tetap menjadi sosok istimewa di hatiku. Meski ada banyak orang-orang baru yang datang silih berganti dalam hidupku, kamu akan slalu istimewa.

Ada yang bilang, sejatinya saat kita merindukan seseorang, tidak sepenuhnya kita merindukan sosok orang itu sendiri, melainkan rindu akan moment yang sempat tercipta bersamanya. Rindu berbincang ini dan itu, bersamanya. Rindu melihat tiap ekspresi yang ditampilkan olehnya. Juga rindu segala hal tentangnya.

Maka hal tersulit dari perpisahan adalah membiasakan diri akan sebuah ketidakhadiran, membiasakan hati bahwa dia yang melambaikan tangan, akan pergi menjauh. Mungkin tidak hatinya, tapi raga yang jauh kadang membuat hati kita sulit berpaut, karena ada jarak yang menjadi benteng untuk terbayarkannya rindu-rindu akan sebuah kebersamaan.

Bicara tentang Suka

A: "Seperti apa orangnya? Kau menyukainya?"

B: "Seperti seseorang, yang kehadirannya tak pernah kubayangkan. Menyukainya? Hmmm, entahlah."

A: "Maksudnya, kau akan menikah dengan seseorang yang kau pun tak tau apa kah kau menyukainya atau tidak? Kok bisa?"

B: "Jika kau anggap suka adalah dengan memerahnya wajahku saat namanya terdengar, aku tidak seperti itu. Jika kau anggap suka adalah saat aku melihat dirinya ataupun mendengar suaranya jantungku berdebar dengan kencangnya, aku juga tidak merasakan itu. Lalu jika kau anggap suka adalah saat aku menjadi sangat bahagia ketika membayangkan tentang semua hal indah di masa depan, itupun tidak ada sepertinya."

A: "Hah? Jadi, kau benar-benar tidak menyukainya??"

B: "Aku pernah merasakan itu semua, perasaan seperti yang kau pikirkan tentang apa itu suka. Pernah, dengan seseorang, dan itu bukan dia. Seseorang yang sempat membuat hidupku seakan berhenti, karena kepergiannya. Seseorang yang kuanggap segalanya bagiku, namun aku hanya seorang yang biasa saja untuknya. Seseorang yang memenuhi semua isi kepalaku, lalu pergi membawa separuh hatiku. Dan meninggalkan separuhnya lagi dengan luka-luka yang tak mudah sembuh."

A: "....."

B: "Yah, aku tau perasaan seperti itu. Hatiku pernah jatuh, pada seseorang yang membuat lidahku keluh untuk berkata-kata saat dia menyapaku. Pada seseorang yang kupikir akan membuat hidupku jauh lebih berwarna. Pada seseorang yang membuat aku lupa, bahwasanya berharap pada makhluk hanya akan membawa kekecewaan pada hatiku. 

Dan sekarang aku tak ingin merasakan itu lagi sebelum semuanya menjadi terang. Aku akan kelelahan kembali nantinya, untuk menata semua agar menjadi kembali membaik, jika ternyata dia bukan lah juga seseorang yang ditakdirkanNya. Maka akan kubawa biasa-biasa saja hatiku ini, meski ia adalah seseorang yang memintaku dengan baik-baik pada orang tuaku. Karena jodoh itu sangat misterius, kawan." :)

A: *senyum

Itu adalah sepotong obrolan lama antara aku dan seorang teman, yang kemarin kudapati kabarnya telah mempunyai seorang putri cantik yang imut. Cinta, kurasa akan tumbuh dengan sendirinya. Meski tak kau rasakan di awal kau memulai sebuah ikatan, ikatan yang suci. Cinta, akan berkembang dengan baik jika diberi pupuk yang baik dengan kadar yang cukup.

Kau hanya perlu melangkah, untuk bisa memulai berjalan. Selangkah demi selangkah, kelak kan kau dapati ada banyak jejak-jejak langkahmu tertinggal di belakang. Tanpa kau sadari, kau telah berjalan jauh, jauh meninggalkan masa lalu, kenangan atau apa pun namanya.

Ini Bukan Perlombaan

"Menikah itu bukan lomba lari, yang ada definisi siapa cepat, siapa lelet larinya. Menikah itu juga bukan lomba makan kerupuk, yang menang adalah yang paling cepat ngabisin kerupuk, lantas semua orang berseru hore.
Menikah itu adalah misteri Tuhan. Jadi tidak ada istilah terlambat menikah. Pun tidak ada juga istilah pernikahan dini. Selalu yakini, jika Tuhan sudah menentukan, maka akan tiba momen terbaiknya, di waktu paling pas, tempat paling tepat. Abaikan saja orang-orang yang memang cerewet mulutnya bilang "gadis tua, bujang lapuk", atau nyinyir bilang, "kecil-kecil kok sudah menikah".
Tere Liye

Sering ditanya, "Kapan nyusul?" | "Kapan ngundang?" | "Kapan nikah?" | Kalo jawaban kamu sering, berarti kita senasib. *toss =))

Sebenernya aku itu agak cuek lah kalo ditanya beginian, gak terlalu diambil pusing apalagi dimasukkan ke hati. Biasa aja. Karena menurutku tiap orang punya jalan hidup yang gak pernah sama, aku sama temen-temenku kan gak mungkin semuanya menikah di usia yang sama persis, ya kan?

Semuanya udah ada skenario masing-masing lah dari Allah, kembali ke kitanya gimana nyikapin tentang waktu yang tepat, di mana episode "Penantian Sang Putri Terjawab Sudah" akan dimainkan. Hahaha *apasiiihhh

Yah, kadang sih mereka itu nanyain hal yang sebenernya gak butuh jawaban. Dasar aja itu lisan gak ada bahasan yang lebih penting, yang bisa dibahas. Jadinya gituh deh. Makanya gak usah diambil pusing. Buat yang udah nikah juga, plis deh jangan suka ngebully para jomblo ini terus-terusan. Kena batunya nanti loh. #ehh #KokJadiEsmosi :D

Aku sih ngeliatnya itu sebagai bentuk perhatian aja, anggaplah begitu! Jujur kadang suka mikir, apa aku ini udah siap yah kalo nanti beneran akan menikah. Apa nanti gak akan jadi istri yang nyebelin, yah aku sadar diri saja aku ini suka rempong soalnya. *ups :p

Bener sih, menikah itu gak sesimple yang dibayangkan. Gak juga sesulit yang dikhawatirkan. Bukan sesuatu yang bisa dicoba-coba juga, karena penasaran atau karena banyaknya tuntutan untuk menyegerakan.

Pernikahan itu sebuah perjanjian yang berat, yang langit pun ikut bergetar saat akad itu terucapkan. Disaksikan oleh para penduduk langit, juga Allah Yang Maha Berkuasa. Maka bukan perkara remeh temeh loh.

Wajar saja jika banyak orang yang masih harus berpikir panjang untuk memutuskan menikah. Menikah juga tidak hanya tentang kapan, tapi juga dengan siapa. Yah, siapa orangnya, masa iya karena ingin segera menikah, lantas asal comot orang buat jadi pasangan, gak gitu donk yah.

Aku pikir ketika seseorang belum menikah, sebuah persoalan yang mungkin agak membebaninya adalah "Kapan menikah?". Sedangkan untuk orang yang sudah menikah, akan banyak persoalan yang menanti dalam hidupnya. Tentang keperluan rumah tangga, masa depan anak-anak, ini lah itu lah. Pasti lebih kompleks lagi. Maka nikmati saja ketika masih single mah, nanti kalo kamu udah nikah bakalan jauh lebih complicated jadinya. *dudududu

Lagian yah, kita kan gak tau apa yang menjadi alasan seseorang, yang mungkin menurut kita sudah layak untuk menikah tapi tetap memilih sendiri. Mungkin saja ada alasan keluarga, yang dia tidak boleh melangkahi saudaranya yang belum menikah mungkin. *BukanCurcol*

Atau memang belom waktunya dia buat menikah, menurut Allah. Yah kek kata temenku, mau ikhtiar sampe guling-guling dari Bogor ke Makassar juga kalo belom waktunya, ya masih harus disuruh bersabar. Atau mau pake lompat kodok ke Palembang juga tep gak akan bisa, kalo belom waktunya.

Gak usah suka maksain orang lain harus sama dengan kita loh. Aku yakin kok, dalam hati tiap insan itu ada keinginan untuk bersegera melabuhkan hati pada seseorang. Tapi, mungkin bukan sekarang, bukan di waktu ini. Akan ada waktu di mana dia akan menemui takdirNya sendiri, di waktu yang tepat, yang sering kita bilang.

Selasa, 11 Juni 2013

Ular Tangga

Ada kalanya hidup ini mirip permainan ular tangga,
di mana kau bisa naik dengan tangga-tangga yang menjuntai,
juga bisa turun dengan ular-ular yang mengintai.

Tapi, hidup ini tidak sepenuhnya seperti permainan ular tangga,
di mana kau akan berjalan sesuai giliranmu,
kau tak akan bisa melangkah maju,
jika lawanmu tak menguncang dadu.

Karena semua berhak untuk maju terlebih dahulu,
menuju sebuah titik yang menjadi tempat pemberhentian.

Semua layak untuk mendapat giliran melangkah,
meski ia tak berkesempatan menguncang dadu yang disediakan.
 
Namun, meski hidup ini bukan permainan ular tangga,
ada saja waktu di mana kita seakan bermain di atas papan permainan itu.

Kau tau, aku harus menunggu lama sampai dadu itu kau mainkan,
aku harus bersabar menanti hingga angka-angka itu tlah nampak jelas,
dan lagi-lagi aku harus menahan langkahku sejenak,
agar kau lebih dulu bisa melangkah maju, dengan angka-angka yang kau dapatkan.

Yah, kali ini pun aku lebih memilih menjadi seorang pemain di atas papan itu,
mempersilakan kau maju terlebih dahulu, karena ini sudah aturannya.

Senin, 10 Juni 2013

Kurus?

Kemarin ketemu sama temen SMA, dia bilang, "Ya ampun Des, kurus amat kau nih. Stress apo ah?" | Padahal yah aku itu gak ketemu dia hampir setahunan, kok bisa dia menyimpulkan kalo aku sedang stress. Ini orang suka asal deh -__-"

Terus kalo ada pelanggannya mbaku belanja ke rumah, mereka suka bilang, "Enak kalo badannya kecil, jadi baju apa aja masuk. Kek Aci itu, kecil kan badannya. Kurus lagi. Pasti cocok pake baju ini." | Kalo udah bilang kecil, yah kecil ajah. Gak usah pake ditambahin kurus lagi, kan agak gimana dengernya. >,<

Awalnya aku itu biasa aja dengan berat badanku yang makin menyusut, gak terlalu meratiin hal-hal kek gini soalnya. Tapi, kalo banyak yang sering bilang aku kurusan, jadinya suka nanya sendiri, "Apa bener yah aku ini kurus banget?"

Yah sih agak ngerasa kalo aku jadi kurusan, entah karena apa. Aku juga gak ngerti. Yang jelas rok-rok ku pada kepanjangan, udah gak pas di pinggang. Jadinya harus dilipat deh di bagian pinggang , padahal dulunya gak gitu. Terus rok itu suka muter sendiri, saking gak pasnya di badan. Rasanya kek minjem punya orang deh, padahal punya sendiri itu. Terus juga kalo pake jam tangan, jamnya suka muter. Pas mo ngeliat jam, eh udah berubah tempat aja dianya. Dulu jam itu pas banget, gak ada itu pake tukar posisi kek begini ini. -__-"

Udah coba banyak cara buat naikin berat badan. Aku rutin minum susu cokelat tiap pagi dan malem sebelum tidur. Di kamar slalu nyediain cemilan buat dikunyah-kunyah pas lagi baca buku ato main laptop. Tapi keknya tep ajah gak ngaruh.

Iya, aku akuin aku itu suka telat makan. Malah kadang suka gak makan nasi. Biasanya kalo jam makan itu lewat dari jam seharusnya, dan di rumah udah gak ada temen makan, jadinya males makan deh. Aku lebih milih minum susu, terus tidur.

Tapi, kata temenku sih gak usah khawatir tentang berat badan. Nantinya juga bakal gemuk sendiri. Semoga aja begitu yah. Eh, aku tegasin yah, aku itu gak lagi stress. Gak sama sekali, cuma suka banyak pikiran ajah, tapi gak berarti itu stress loh. Huuffh :p

Tempat Pulang

Jiwa yang lelah bersinggungan dengan banyak manusia, 
akan mencari jalan ke tempat pulang.

Hati yang resah karna dunia ataupun kecewa karna cinta, 
mencari jalan yang sama. Pulang.

Pikiran yang jenuh akan aktifitas juga akan mencari jalan yang sama, pulang.

Rumah adalah tempat pulang bagi tiap jiwa yang rindu ketenangan, 
hati yang haus akan kenyamanan, pikiran yang penat akan persoalan.

Di sana akan kita dapati wajah-wajah yang sama di tiap harinya, 
dengan beragam ekspresi serta emosi yang tak pernah sama.

Entah seburuk apa pun kita dalam pandangan orang lain, bagi mereka kita adalah kita, 
kita yang sama, kita yang diterima dengan penerimaan tanpa syarat, juga ketentuan.

Kita yang mungkin menjadi sosok yang menyebalkan bagi beberapa orang adalah kita yang sama, 
yang diperlakukan dengan baiknya oleh orang-orang di tempat bernama rumah.

Tanpa ada kata maaf ataupun terima kasih, 
tak pernah membuat mereka menjadi tak suka ataupun kesal karenanya.

Di sana. Yang bernama rumah. 
Kita akan menjadi seperti apa diri kita dan diterima seperti apa adanya kita.

Tak ada drama, pun tak ada kepura-puraan. Real. 
Tak perlu menjadi orang lain, karena akan membuat mereka merasa asing.


Kelak, rumahmu bukan hanya sebuah bangunan dengan orang-orang di dalamnya.
Di mana hatimu ingin segera pulang, ingin segera melepaskan kepenatan,
ingin segera dapati ketenangan, pun di mana jiwamu slalu terpatri padanya.

'rumah'mu ada di sini, di hatiku.
Kau bisa pulang kapan pun kau ingin, akan ada yang slalu menantimu di balik pintu. :)


*ini gambarnya apa banget deh, hahaha. biarin, blog blog aku, peduli amat sama yang lain. :p

Minggu, 09 Juni 2013

Ramadhan yang Dirindukan

Ramadhan tinggal menghitung hari, ada debaran asing di dadaku, ada perasaan bahagia yang tak terkatakan, ada wajah yang memerah membayangkan beberapa puluh hari ke depan akan seperti apa.

Entahlah, mungkin bukan hanya aku yang merasakan hal yang sama. Si dia, dia dan diaaa mungkin juga merasakan apa yang aku rasa saat ini, bahagia menanti bulan penuh berkah itu.

Ada yang dirindukan dari Ramadhan, banyak hal. Aku rindu di mana orang-orang di sekeliling senantiasa mengajak berlomba-lomba dalam kebaikan, masjid-masjid diramaikan oleh para pengejar amalan, menjaga lisan adalah suatu keharusan, dan membelenggu diri dari hal-hal yang diharamkan.

Aku rindu suasana di saat Ramadhan; saling mengingatkan sudah sampai mana hafalan, sudah di juz berapa kah tilawahnya, bagaimana dengan program berbagi kepada mereka yang membutuhkan.

Amalan-amalan sunnah seakan menjadi santapan sehari-hari. Suasana rumah begitu terasa hikmatnya, sayup-sayup terdengar suara ayuk yang sedang tilawah dari teras atas, ada ibu yang selalu siap dengan bermacam hidangan untuk berbuka. Tertawa bersama ketika sahur, bercerita ini dan itu, lalu shalat Subuh berjamaah. Aaaah,...

I'tikaf. Nah amalan sunnah satu ini adalah yang paling aku rindukan, dan slalu dinantikan saat Ramadhan. Menghabiskan malam-malam akhir Ramadhan di masjid bersama teman-teman yang lain, merasakan begitu tenangnya hati saat keimanan sedang baik-baiknya.

Ada yang bahkan tidak tidur, terus-menerus melakukan shalat malam dengan air mata yang tumpah ruah. Sesegukan dalam sujud. Aku yang mendengarnya dengan mata setengah tertidur ikutan menangis, juga dengan sesegukan.

Ada keluarga kecil yang membawa serta anak-anaknya ke tempat itu, mengajarkan sedini mungkin kepada mereka tentang indahnya Ramadhan. Membuat lingkaran kecil saat makan sahur, ada si kecil dengan jilbab berantakan, mata sayu, menyantap makanan seakan disuruh minum racun. Hanya bisa menahan ketawa melihat tingkahnya itu, :)

Ada si Dwi yang asyik membaca al qur'an dengan kaki yang terusan merasakan dingin yang sangat, ketika ditanya sudah berapa lembar, dia menjawab sudah 3 juz. Aku yang tadinya berguling-guling malas langsung duduk dan segera sibuk dengan al qur'an, juga meminta dia beristirahat sebentar. Biar gak ketinggalan maksudnya itu, :D

Aaaaah, aku rindu semua itu. Rindu serindu rindunya, sepertinya hatiku berdarah-darah *lebay* untuk menantikan saat-saat itu bisa terulang kembali. Dan, sepertinya tak ada yang berbeda dengan Ramadhan tahun ini. Kita masih bisa menjalani bersama, ya kan?

Sabtu, 08 Juni 2013

Teman Lama?

Beberapa waktu yang lalu lagi di DPC PKS, deket rumah sih tempatnya. Jadi sering mampir ke tempat itu. Nah, sore itu aku sama ayuk lagi ada kepentingan di sana. Kebetulan ada Kak Ronald, dia itu kakak kelasku dulu waktu di sekolah dan sekarang aktif juga di DPC ini. Ups, dia itu sudah menikah loh.

Kita cerita ini dan itu tentang sekolah, di SMP dan SMA. Dia nanya nama si A, B, C, dll. Ada yang aku kenal, tapi banyakan gak kenalnya. Gak lama kemudian ada seorang ikhwan masuk ke ruangan itu, kakak itu langsung bertanya, "Kalo kakak ini, kenal dak?" | "Aas kan? Kita itu satu angkatan di SMP 27." jawabku dengan PDnya

Dengan wajah penuh tanya si ikhwan itu ngeliat ke arahku, mungkin sambil mikir, "Ini akhwat siapa yah, kok saya gak tau." Terus, kita ngobrol-ngobrol sebentar. Dan dia masih tetep gak inget dan gak tau, si kakak itu terus-terusan ngeledekin dia karena 'melupakan teman-teman lama'.

Padahal yah, aku pun gak tau sama sekali sama dia itu. Beneran! Sehari sebelum hari itu, dia itu sempet ngisi pelatihan di tempat yang sama. Terus ayuk bilang, "Ini yang ngisi anak SMA yah Ci?" | "Bukan, mahasiswa kayaknya yuk, anak UNSRI palingan." jawabku seadanya

Sepulang acara kakakku cerita tentang acara tadi, dan dia nyebutin nama ikhwan yang ngisi pelatihan itu. Dan, akupun baru tau kalo dia itu ternyata temen SMP ku dulu. Yah aku ingat nama itu, karena pas mau reuni SMP, nama dia didaftarin sama temenku yang anak ROHIS di SMA.

Kalo dia gak kenal sama aku, wajar saja, aku juga gak kenal sama sekali sama tuh orang. Jangankan mau cerita tentang dulu, tau orangnya aja gak. Waktu SMP aku gak gaul, apalagi dia itu masuk kategori anak pinter di sekolah. Dan, anak pinter biasanya main sama anak pinter juga. Sedangkan aku, masuk kategori kelas anak-anak bandel. Pantaslah kalo kita tidak sama-sama tau, jadi biasa ajalah kawan, gak perlu ngerasa gak enakan gitu.

Aku sering kok ketemu sama temen lama, yang sebenernya gak pernah bener-bener jadi temen. Hanya satu angkatan di sekolah yang sama, gak pernah ada cerita, juga gak ada sesuatu yang bisa diingat. Ketika reuni pun, aku juga banyak gak tau sama mereka di ruangan itu, meski kita berstatus 'teman lama'. Karena jujur aku bahkan gak tau nama mereka siapa-siapa, hehehe.

Tapi, meskipun begitu aku berusaha untuk gak bilang ke orang itu, kalo aku gak kenal atau gak inget. Aku coba untuk berusaha tersenyum seramah mungkin, seakan kita adalah memang teman lama. Walaupun saat itu otakku coba manggil-manggil ingetan, tentang siapa orang yang ada di depanku ini. Oalahhhh...

Karena rasanya agak gimana gitu saat orang yang ada di depan kita, yang kita anggap sebagai seorang teman. Ternyata adalah orang yang tidak mengetahui siapa diri kita. Itu mungkin akan sedikit melukai harga dirinya, sebagai teman lama. Kalopun mau dikatakan, nanti setelah kita sudah memiliki cerita baru. Lalu kemudian katakan padanya, "Maaf yah, sebenernya aku gak tau kamu ini dulu yang mana loh."

Misteri Nama Ayah


Entah berawal dari mana semua ini, nama ayah itu seakan sebuah aib yang tidak boleh diketahui oleh orang lain. Dulu. Waktu masih sekolah. Aku kira itu cuma cara anak jaman dulu buat ngebully temennya, eh ternyata nyampe sekarang juga masih sering denger anak-anak sekolah saling nyebutin nama ayah-ayah mereka. Duniaaa...

Waktu SMP aku itu terkenalnya dengan sebutan 'Anak Alam' atau 'Desi si Embek'. Si embek, karena aku hampir tiap hari slalu ngiket rambut jadi dua, persis kambing kata mereka. Ish, dasar anak-anak nyebelin. Nah kalo anak Alam itu, karena nama ayahku Alamsyah. Jadi, hampir tiap ada kata-kata 'alam', mereka nyebutnya dengan lantang selantangnya. Pas ngaji juga, kan di tiap Jum'at slalu baca al qur'an. Pas ada ayat 'alam', mereka semua teriak sambil ngeliat ke arah aku dengan senyum nyebelin. Semoga Allah mengampuni mereka semua, :D

Di SMA juga sama, entahlah anak-anak ini doyan banget ngerjain orang pake nama ayah. Dan, herannya kenapa juga aku itu kesel yah kalo mereka nyebut nama ayahku. Emang kenapa, kan gak masalah juga kalo mereka nyebutin nama ayah kita. Jadi terkenal donk ayahku, harusnya. -___-"

Lucunya yah pas ayahku ngambil rapor, anak-anak itu saking seringnya manggil aku dengan panggilan 'alam', jadi pas ngeliat aku jalan ke kelas dan ayah jalan di depanku. Mereka dengan santainya bilang, "Hei Lam, siapo yang ngambil rapot." Rasanya yah, aku pengen ketawa, tapi sambil mukul mereka pake sapu kelas. Untungnya ayah gak denger, kalo denger bisa dilarang temenan lagi aku sama mereka. :))

Dan tadi juga sama, pas wali murid dari anak-anak kelas 6 datang ke sekolah buat ngambil hasil kelulusan. Mereka kan ngisi daftar hadir, dan anak-anak itu sengaja mau lihat daftar hadir itu cuma buat nyari tau nama ayah/ibu temen mereka doank. Ya ampun, gak dulu gak sekarang sama ajah keknya. Ckckck...

Kenapa Berbeda?

Ada yang bilang, seeorang kadang melakukan kesalahan bukan karena dia sengaja melakukannya. Melainkan karena dia tidak tahu, apa yang dia lakukan adalah sebuah kesalahan.

Tiap kita pasti memiliki pandangan sendiri terhadap sesuatu. Mungkin bagi kita pandangan kita itu adalah sesuatu yang benar, tapi mungkin tidak untuk orang lain. Kenapa? Karena seringnya kita tidak tahu atau malah tidak mau tahu, apakah itu sesuatu yang salah atau kah benar.

Seperti kemarin. Ada mobil yang melaju dengan santainya di jalan satu arah, pengemudi itu merasa dia berjalan pada jalan yang benar. Hingga ia terus-terusan mengklakson pengendara lain yang menghalangi jalannya. "Ini orang pasti bukan orang sini." pikirku

Yah. Kita memiliki banyak sekali orang-orang di sekitar, dengan latar belakang keluarga, pendidikan, lingkungan dan profesi yang berbeda. Sebagian dari kita memiliki karakter bentukan dari tempat di mana kita tumbuh dan berkembang.

Dengan siapa kita berteman, berbagi cerita, dengan siapa kita mengisi hari-hari, juga dengan siapa kita mendapati jawaban dari tanya yang sempat muncul dalam benak kita, merupakan satu dari banyak hal yang mempengaruhi siapa diri kita.

Maka aku akan coba memahami, bahwasanya kita jelas berbeda. Aku, kamu dan dia tidak tumbuh di tempat yang sama, dengan lingkungan yang sama, juga dengan teman-teman yang sama. Kita jelaslah berbeda.

Mungkin menurut pemahamanku, apa yang aku lakukan ini dan itu adalah sesuatu yang benar. Mungkin bagimu malah sebaliknya, aku adalah sosok yang aneh. Yang tidak sama dengan orang-orang yang ada di lingkunganmu. Aku dan kau berbeda.

Aku akan tersenyum saja, saat ada yang bilang aku ini orang yang aneh. Seseorang yang bilang ingin menikah tapi tidak mau pacaran, yang lebih memilih jalan kaki ketimbang dibonceng pulang oleh dia yang tinggal dekat rumah, yang memilih tetap memakai pakaian lengkap di kolam renang, yang buru-buru cari kesibukan di saat ada dia yang ingin pamit dan berjabat tangan.

Yah, aku mungkin aneh menurutmu. Tapi, aku bukanlah orang aneh di lingkunganku, aku adalah aku. Yang tidak jauh berbeda dengan mereka yang memiliki pemahaman yang sama denganku.

Begitu juga denganmu. Mungkin sepemahamanmu, sejauh ini kau melakukan apa yang dalam benakmu adalah bukan sesuatu yang salah. Karena orang-orang di sekitarmu melakukan hal yang sama, jadi bukankah ini harusnya tidak masalah.

Berjabat tangan bukankah hal yang biasa, semua orang juga melakukan hal itu. Laki-laki dan laki-laki, perempuan dan perempuan, laki-laki dan perempuan. Toh presiden kita pun melakukan hal itu juga, jadi tak masalah donk. Bercampur baur antara lelaki dan perempuan bukankah tidak masalah, kan gak ngapa-ngapain juga. Toh mereka semua juga teman, bahkan sudah seperti keluarga. Masalah? Terus, apa salahnya jika berakrab dengan teman-teman kita sendiri. Kan hanya teman, kenapa sih itu harus jadi masalah?

Itu adalah statement yang sering sekali aku dengar. Hmmm, aku juga sering berpikir seperti itu. Tapi, kau akan mengerti dan paham jika kau mau mencoba memahami, mencari tau alasannya seperti apa, bukan malah sibuk bertanya ini dan itu, lalu ogah untuk mencari tau jawaban yang benar atas pertanyaan-pertanyaan itu.

Hmmm, singkat cerita. Yuk ikutan tarbiyah, biar kita bisa satu pemahaman. Biar kita tidak akan lagi merasa jauh berbeda, biar aku dan kamu tidak akan ada jarak karena pemikiran kita yang tak sepaham. Sungguh, aku tak sebaik yang kau pikirkan. Aku hanya seorang yang sedang belajar dan mencoba melakukan apa yang sudah aku pelajari. Bukankah tiap kita memang menginginkan menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih baik di tiap waktu. Belajar bersama, aku rasa bukan ide yang buruk, ya kan?



Pergi Jauh

Pada suatu ketika, ada semacam perasaan ingin pergi jauh,
jauh sekali.
Lalu, kaki berhenti melangkah,
karena tak ada tempat yang hendak dituju.

Bukan ke puncak gunung yang tinggi,
bukan ke pantai yang menghampar luas,
bukan juga ke dasar lautan ataupun ke ujung dunia.

Aku tak mampu, langkahku terhenti pada mereka yang akan mencari,
mencari dengan segenap kekhawatiran di hati,
ke manakah gadis keras kepala ini pergi.

Kemudian kudengar sebuah suara berkata,
"Jika tak bisa pergi ke tempat yang jauh, pergilah ke tempat yang tinggi."
Setidaknya kau akan merasa jauh,
jauh dari tempat di mana ingin kau tingggal pergi.

Rabu, 05 Juni 2013

Sesulit Itukah?

Beberapa waktu yang lalu aku masih beranggapan bahwa 'patah hati' hanya sebuah peristiwa, di mana hatimu merasa sakit karena seseorang, lalu akan membaik beriringan waktu, ya sesimple itu. Sampai suatu hari, aku mendapati seseorang yang tidak seperti seseorang yang kukenal. Alasannya; karena ia sedang patah hati.

Dia teman sekolahku, kita sangat akrab dulunya. Tapi sekarang udah jarang ketemu, padahal rumahnya gak begitu jauh dari rumahku. Kemarin ada kesempatan jalan bareng, berburu es krim tepatnya. Kita ngobrolin banyak hal, dari pekerjaan, harapan, kenangan, juga tentang apa yang tak terkatakan oleh lisan.

Aku sempat mendapat kabar kalo temanku ini dirawat di Rumah Sakit dua bulan yang lalu, katanya dia pingsan di kelas. Karena kecapekan dan dia harus beristirahat total beberapa waktu. Yah, aku pikir itu murni karena kelelahan. Ternyata,...

"Melupakan itu gak semudah yang dikatakan loh, Des." ucapnya tiba-tiba

"Aku sudah coba menyibukkan diri, mengambil tiap kesempatan kerja yang ditawarkan, aku kerja dari pagi sampai malam. Hampir slalu telat makan. Tapi, dia tetap betah mengusik pikiranku di waktu malam. Di saat aku tak melakukan apa-apa, aku tetap terpikir tentangnya. Aku capek. Tapi, aku tak sekejam itu untuk membunuh rasa yang ada di hatiku. Aku harus seperti apa?" dia menatapku dengan senyum yang dipaksakan

Hmmm, tentang hal satu ini aku mati kutu deh. Karena semua kalimat nasehat ataupun saran-saran terbaik takkan banyak membantu sepertinya. Hanya hatimu lah yang bisa menjawabnya. Apa yang ia inginkan, apa yang harusnya dia lakukan di saat seperti ini. Karena aku tak pernah menjadi dirinya, aku tak merasakan seperti apa yang ia rasakan, maka aku tak akan mengatakan sesuatu yang mungkin 'sulit' dilakukan olehnya.

Ingin sekali bilang ke dia, "Hei kawan, sebenarnya tentang urusan perasaan tak usah terlalu berlebihanlah dalam menyikapinya. Walaupun sakit, meski ada luka yang bersarang di hati saat ini. Nanti, waktu dengan sendirinya akan mengobatinya. Yah, perkara cepat atau lambat itu tergantung padamu. Mau terus-menerus merasakan sakit, atau ingin segera baik dan berusaha menyembuhkannya."

Tapi, lidahku terlalu keluh untuk mengatakannya. Di matanya ada binar bahagia saat bicara tentang seseorang itu, di matanya juga ada kilatan harapan untuk bisa bersama orang itu lagi. Walaupun lisannya berkata, "Carikanlah seseorang untukku, ayolah."

Aduhai kawan, kau tak pandai berbohong. Di wajahmu begitu jelas tergambar betapa kau sulit melupa, bukan karena tak bisa, tapi karena kau tak mau melupa. Yah, mungkin waktu dan kenyataan yang akan menyadarkanmu. Bahwasanya ia, seseorang yang menghuni hatimu itu perlahan semakin jauh dan jauh meninggalkanmu. Move on dong dear, banyak hal yang jauh lebih menarik yang mungkin bisa dikenang dan menetap dalam ingatanmu. Lepaskanlah ia, akan ada yang melega setelahnya, hatimu...

*kenapa orang-orang sering banget curhat tentang yang kek begini yah ke aku, -___-" | lantas aku cerita ke siapa donk yaaah? #ehh =))

Jika dan Jika

Jika tak bisa menebar kebaikan, janganlah pula menyebar keburukan.
Jika tak bisa menolong orang lain, janganlah pula menambah kesulitan padanya.
Jika tak bisa melakukan banyak hal, cukuplah tunaikan yang sedikit dengan baik.
Jika tak bisa bertanggung jawab, jangan pernah menjanjikan sebuah harapan.
Jika tak bisa menunaikan kewajiban, janganlah pula menuntut hak dengan terlalu.

Jika kau tak sungguh-sungguh, jangan datang pada dia yang berhati tulus.
Jika kau tak berniat menetap, jangan datang pada dia yang setia.
Jika kau tak bisa menepati janji, jangan datang pada dia yang menanti dengan hati.

Loh, kok nyambungnya ke sini sih. *dudududu :))

Selasa, 04 Juni 2013

Lembar Amal Yaumi

“Mb, kenapa sih amalan harian kita harus ditulis? Bukannya nanti jatuhnya jadi riya’?”

Seorang adik binaanku bertanya, saat kubagikan lembar amal yaumi yang harus mereka isi di tiap pekan. Dan kuminta untuk mencatat di selembar kertas, tiap amalan yang mereka kerjakan. Berapa kali dalam sepekan mereka tahajud, shalat dhuha, shalat sunnah rawatib, membaca al ma’tsurat, berapa lembar tilawah, olahraga, membaca buku, dll

Dulu aku juga bertanya hal yang sama dengannya kepada murabbiyahku, karena menurutku amalan seseorang itu harusnya hanya dia dan Tuhan saja yang tahu. Gak perlu lah dituliskan dan diketahui oleh orang lain.

Lalu murabbiyahku menjelaskan, para Sahabat Rasulullah SAW selalu dengan lantang menjawab ketika ditanyakan amalan apa saja yang tlah dikerjakan. Dan, Sahabat yang slalu mengangkat tangan adalah Abu bakar. Mereka senantiasa berlomba-lomba dalam kebaikan. Itu adalah salah satu cara Rasulullah SAW untuk memotivasi para Sahabat.

Awalnya mungkin ada perasaan malu jika catatan amalan kita kosong, ataupun terisi sedikit. Tapi, lama kelamaan kita akan terbiasa, untuk melakukan itu bukan hanya karena malu dilihat oleh murabbi ataupun teman halaqah. Melainkan malu jika amalan kita tidak sebanding dengan banyaknya nikmat yang Allah berikan, amalan kita itu merupakan wujud syukur kita kepadaNya.

Aku jadi ingat di salah satu halaqahku dulu, murabbiyahku slalu merekap lembar amal yaumi di tiap akhir bulan. Dan beliau slalu menyebutkan semua nama lengkap dengan amalannya di bulan itu.

Yah, setibanya di namaku. Rasanya aku ingin sembunyi dibalik lemari, saat amalanku disebutkan. Sungguh malu. Secara kuantitas atau mungkin kualitasnya juga, aku sering tertinggal jauh dari teman halaqahku yang punya 3 anak. Yang otomatis dia itu pasti lebih sibuk dariku, mengurus anak, suami, rumah dan sgala kepentingan rumah tangganya. Sedangkan aku, masih sendiri, hanya mengurus diri sendiri. Kok bisa ketinggalan jauh, waktu-waktuku kuisi apa saja ia?

Jadi kebayang, bagaimana nanti ketika di akhirat. Saat catatan amalan kita disebutkan di hadapan semua manusia, amalan baik akan membuat kita selamat, dan amalan buruk akan membuat kita tamat. Ya Rabb,…

Senin, 03 Juni 2013

#GakPenting

Kalo lagi sMs an sama ibu hamil, kamu kudu sabarrrr! Kadang mereka suka ngirim pesan yang sama beberapa kali, dan ngarep kita bisa menanggapi pesan mereka dengan jelas sejelas jelasnya.












Ini satu lagi, temen gue yang reaksinya super cepet. Jadi, gak begitu diperhatiinnya pesan orang itu apa. Note: ngambek=ngambil