Sabtu, 09 Agustus 2014

Sensi Amat Neng :D

"Kamu ini udah kaya handphone layar sentuh saja, sensitif amat. Disentuh dikit, langsung bereaksi." ^^v
Pernah ketemu temen yang sensitif sekali, tentang apa yang dia rasakan. Misalnya kita salah ucap, salah becanda ataupun salah sikap.

Aku mengenal beberapa temen yang kadar kesensiannya lebih dari yang lain. Gak bales sms, bbm, whatsapp ataupun gak ngangkat telpon, langsung ngambek dianya. Sampe ditulis di status, pm atau apalah namanya. Padahal kan mungkin saja aku gak respon pesan dia karena sedang mengerjakan yang lainnya, atau aku lagi gak punya jawaban untuk membalas.

Kalo udah ngambek, biasanya susah dijelasin. Eh ketika akhirnya dia sadar dan kembali ngerti, baru deh kembali lagi baik dan minta maaf. Terus jadi deket-deket gituh. Hahaha. Gak enak kali ya, tau kalo dia hanya salah paham dan kurang sabaaaar.

Menurut aku sih, kita harusnya menyiapkan jutaan alasan ketika seseorang terkesan mengabaikan pesan yang kita sampaikan. Siapkan kemungkinan kemungkinan yang timbul, misalnya; mungkin dia habis pulsa, habis quota, mungkin lagi repot, mungkin lagi mandi, mungkin gak sempet bales. Dan berharap jika dia ada di waktu luang akan menyempatkan diri untuk merespon apa yang kita tanyakan, sampaikan dan apapun itu.

Cuma saran ajah yah, jadi wanita mah jangan sensi sensi amat. Nanti susah bahagia loh. :p


Dan yang perlu kamu inget; sejatinya yang membuat hati kita sakit dan terluka itu diri kita sendiri, jika kita tidak mengizinkan seseorang atau sesuatu menyakiti kita. Besar kemungkinan hati kita tetap dalam keadaan baik-baik saja. Ngomong mah emang gampang yah. Hahaha. Tapi kalo mau diaplikasikan, semoga kita selalu dalam keadaan bahagia dan hati yang tenang.

Jumat, 01 Agustus 2014

Hey, August

Pada suatu ketika, sebuah nama bulan menjadi sesuatu yang layak tuk dikenang;
Tentang suatu awal yang dimulakan,
Tentang sebuah takdir anak manusia,
Tentang tanya-tanya yang kan menemui jawabnya...

Agustus, dia kah jawabannya?

Senin, 26 Mei 2014

Orang yang Baik


“kenapa?” 
“hmmm, karena ia orang baik, yang datang dengan cara yang baik.” 

karena saya tak pernah tau;
apakah ia adalah sebuah nama yang selama ini Tuhan jaga,
apakah ia sang pemilik tulang rusuk ini,
apakah ia yang sepanjang waktu memantaskan diri tuk menjadi imam saya kelak…

yang saya tau hanya sebatas ini;
ia orang baik,
ia memiliki niat yang baik,
ia datang dengan cara yang baik,
ia meminta saya dengan sgala kesanggupannya…

dan, saya merasa ‘diperjuangkan’ olehnya;
dengan aral dan liku yang ada,
ia tetap memperjuangkannya,
dengan apa adanya saya,
ia mampu menerimanya…


lalu, apa saya memiliki alasan lain untuk mengabaikannya?
cinta, kurasa adalah hadiah yang kan Tuhan berikan nantinya;
untuk mereka yang ridho atas tiap ketentuanNya,
mereka yang berupaya kuat untuk menjaga diri dan hati karenaNya,
mereka yang menjalani tiap episode hanya berharap barokah dariNya,
ya, semoga dari mereka-mereka itu ada namaku di dalamnya…


-celoteh si gadis kecil-

Rabu, 14 Mei 2014

Tulisan : Satu

“Satu fikrah saja kadang tak sejalan, akan ada beberapa hal yang mungkin menjadi bahasan untuk diperselisihkan. Apalagi jika landasan berpikir dan beberapa hal prinsip yang dianut totally berbeda. Maka jika tak kuat-kuat dalam mengontrol kesabaran dan semua maunya keras kepala, perselisihan tak bisa dihindarkan.” 

Itu kalimat yang sempat disampaikan oleh seorang teman. Dia menikah dengan seseorang yang mempunyai visi dan misi yang sama, baik dalam kehidupan pernikahnnya maupun kehidupan pada umumnya.

Tapi, terkadang masih saja ada beberapa hal yang menjadi sesuatu yang bertentangan antara dia dan suaminya. Hal-hal kecil yang sempat tak diprediksi sebelumnya.

Itu bukan menjadi masalah yang berarti sih sebenarnya, jika baik dia dan suaminya menyadari; bahwasanya pernikahan terjadi bukan karena dua orang yang sama bertemu lalu mengikat janji suci. Tapi pernikahan adalah penyatuan dua insan yang berbeda untuk dapat hidup bersama, menyelaraskan perbedaan yang ada menjadi suatu padanan indah dan saling melengkapi atas kekurangan yang ada.

Hmmm, aku ngomong kayak gini seperti dah pengalaman ajah. Hahaha, itu semua diambil dari teori di buku-buku dan beberapa pengalaman dari orang-orang dekat. Hanya ingin kembali menegaskan, bahwa kelak ‘dia’ adalah orang yang mungkin gak sama seperti aku ini. Maka harus pandai-pandai dalam menyikapi kemungkinan-kemungkinan yang ada atas perbedaan itu. ^^


Sebenernya sih nulis tema ini karena ada seorang teman yang setelah menikah jadi jarang ikut kajian rutin (halaqah) dan kesannya gak produktif. Padahal sebelumnya beliau itu orang yang sangat aktif dan rajin. Alasannya karena sang suami yang tidak memberi izin bepergian, walau untuk hadir halaqah yang satu pekan sekali itu.

Suaminya itu seorang ikhwan tarbiyah loh, aktivis kampus juga dulunya. Tapi kenapa kesannya gak paham ya, kalo halaqah itu sebagai tambahan ‘nutrisi’ untuk ruhiyah dan fikriyah sang istri.

Entahlah, aku sih gak bisa menjudge seseorang hanya karena satu dua keputusan yang dia ambil. Siapalah aku, semisal; hanya seseorang yang menilai suatu makanan dari apa yang tampak di hadapan, padahal sendirinya belum mencicipi makanan itu.

Hanya saja, sangat berharap jika kelak Allah takdirkan saya menikah. Maunya punya suami yang mendukung dan terlibat aktif dalam pembinaan ruhiyah dan firkriyah saya. Setidaknya tidak melarang saya untuk tetap berkontribusi pada aktivitas dakwah, yang menjadikan saya seseorang yang seperti sekarang ini, dan di jalan ini saya bisa berjodoh dengannya. Hihihi, aamiin donk. ^^

Senin, 28 April 2014


Entahlah, saya suka sekali menatap lama rintik hujan yang tersorot lampu. Khususnya lampu jalan. Rasanya itu mendamaikan, gak bisa dijelasin deh pokoknya. :)

Senin, 10 Maret 2014

Suka Membaca?

Ketika ditanya apa aku suka membaca? Iya, aku suka membaca. Tapi tidak bisa dikatakan bahwa membaca adalah hobiku. Aku hanya suka, hanya suka membaca. :)

Aku suka membaca. Aku suka membaca buku, aku suka membaca artikel, aku suka membaca tulisan singkat yang disebar di grup-grup yang aku ikuti, aku suka membaca cerita dari mereka-mereka yang ada di dekatku, aku suka membaca tulisan berisi 140 karakter yang berbaris rapi di lini masaku, aku suka membaca curahan hati teman-teman mayaku lewat sebuah status yang dia posting, aku suka membaca tulisan yang ada di blog-blog yang aku ikuti, yah, aku suka membaca.

Sama halnya aku suka membaca arti dari tatapan mata orang yang melihatku, ah sepertinya orang ini tidak menyukaiku. Aku juga suka membaca apa maksud Tuhan dengan apa yang terjadi padaku, walau seringnya aku belum bisa memahami apa yang coba kubaca. Aku suka membaca makna lain dari banyak hal yang tak mampu kumengerti, sepertinya Tuhan masih menyimpan jawaban dari tanya yang tak kudapati jawabnya itu, dari ketidak mengertianku itu. :)

Tapi entah kenapa, saat suasana hatiku sedang tidak bersahabat, membaca sesuatu bisa membuatnya jauh lebih baik. Ketika aku tak tau apa yang bisa membuat hatiku lekas berdamai dengan semuanya, dengan serta merta aku mengunjungi sebuah toko buku; di mana ada berjuta kisah, berjuta cerita, juga banyaknya pola pikir yang menjelma dalam kalimat-kalimat sederhana, yang bermakna tak pernah sederhana, tercetak rapi pada buku-buku yang berdesakan memenuhi ruangan di gedung tiga lantai itu.

Membaca dan mencoba memahami apa yang kubaca, selalu mampu membuat hatiku lekas membaik. Perasaan yang harusnya tidak pernah ada, tiba-tiba menguap seketika. Melayang jauh, seperti balon udara yang lepas dari genggaman tangan mungil seorang bocah kecil, menatap takjub dan kemudian menangis tersedu saat menyadari balonnya jauh dari pandangan, lepas dari genggaman tangan.

Aku tidak berlebihan, memang seperti itulah faktanya. Membaca membuat tanya-tanya yang sempat ada, terjawabkan dengan cara sederhana, sangat sederhana malah. Hanya saja, terkadang aku memperumit semuanya dengan satu tanya; kenapa harus? 


 Dan, masihkah kau ingat? Kata yang disampaikan kepada Kekasih Allah, Muhammad SAW saat ia menerima mukjizat luar biasa dari Tuhannya, iqro’! Dan semuanya berawal dari satu kata itu. Maka sudah selayaknya lah kita mengawali segalanya dengan membaca; membaca dengan menyebut namaNya, membaca dengan berharap diberikan kecerahan hati olehNya, membaca dengan tujuan mendapati banyak hikmah atas izinNya.

Hai kamu, selamat membaca. :)

Kamis, 06 Maret 2014

Tetap Anak Ibunya

Seorang teman pernah berkata; "Anak laki-laki itu tetap anak laki-laki ibunya. Meskipun dia sudah menikah dan sudah menjadi Bapak dari anak-anaknya, dia tetaplah anak ibunya."

Saat itu aku hanya berkata, bukankah aku juga tetap anak ibuku, meski kelak aku jadi seorang ibu untuk anak-anakku. Lalu, apa bedanya?

Jelas beda Aci! Anak perempuan adalah 'milik' suaminya, ketika akad itu terucapkan, ketika jari tangan sang ayah telah menggenggam erat jemari laki-laki; yang beberapa waktu lagi akan menggantikan posisinya, yang dia titipkan anak perempuannya untuk dilindungi, dipimpin dan dibahagiakan.

Sedangkan sang ibu untuk anak laki-lakinya, tetap menjadi salah satu sayap bidadari yang akan menemani sang anak dalam kehidupannya, dulu, sekarang dan hingga nanti. Dan satu sayap lainnya lagi adalah sang istri.

Maka sudah sepantasnya sang ibu menjadi sangat selektif, saat berkenaan tentang calon istri anak laki-lakinya. Apakah perempuan ini bisa menjadi istri yang baik untuk anak laki-lakinya, apakah ia bisa melayani dengan sebaik-baiknya untuk sgala sesuatu yang dibutuhkan anak laki-lakinya, apakah ia bisa menjadi perempuan yang akan mendukung dan slalu setia membersamai anaknya, dan sejuta tanya lain yang ada dalam benaknya.

Sama halnya untuk sang ayah, akan begitu hati-hati saat meng-iya-kan permintaan untuk meminang anak gadisnya. Apakah laki-laki ini bisa membuat anak gadisnya bahagia, apakah ia bisa menjaga anak gadisnya sebaik penjagaannya selama ini, apakah ia menjamin tak akan membuat anak gadisnya terluka.


Tahukah kau, si anak laki-laki sang ibu. Aku akan lebih respect padamu, saat kau nantinya menjadi anak berbakti dengan mendengarkan kata-kata ibumu. Yang takkan melangkah jika ridhonya tak kunjung diberi. Daripada memaksakan kehendak hati. :)

(Akan) Baik-baik Saja

“Kau baik-baik saja?” Tanya seseorang melalui sebuah pesan singkatnya
“Aku (akan) baik-baik saja. :) ” Jawabku singkat


Ya, aku akan baik-baik saja. Tapi tidak untuk saat ini. Aku butuh waktu sedikit lebih banyak, agar semua benar-benar bisa baik-baik saja. Aku tau, hidup akan terus berjalan. Tapi tentang baik-baik saja atau tidak, menurutku itu lain persoalan. :)

Dan aku kembali tersadar, ternyata aku hanya anak manusia biasa. Yang bisa kecewa dan sakit hatinya. Kurasa aku pun berhak mendapat kesempatan yang sama, mendapat sedikit kelonggaran waktu untuk bisa kembali berdamai dengan hatiku sendiri.

Saat aku enggan keluar kamar dan malas berkegiatan. Ini bukan salah siapa-siapa. Aku hanya sedang mengajak hatiku agar bisa segera membaik, dengan caraku sendiri.

Saat mataku mulai meneteskan bulir-bulir beningnya, lalu kemudian aku menangis dengan terisak. Ini juga bukan salah siapa-siapa. Aku hanya ingin, semua yang menyesakkan hilang dengan begitu cepat. Agar nanti tak ada lagi yang tersisa atas apa yang di hati ini.

Untuk semua yang sempat ada, aku tak bisa serta merta melupakannya. Aku tidak sedang amnesia, yang bisa melupakan semua dengan baiknya dalam satu waktu yang sama. Setidaknya aku bisa menghilangkan rasa dan asa yang sempat ada di hati.

Dan aku kembali memahami satu hal, “Melakukan semaksimal mungkin yang kita bisa, tak cukup untuk membuat apa yang tak ditakdirkan Tuhan untuk kita; menjadi milik kita.” But in the end you’ll be happy to say; ‘at least, I try.’


Kelak, jika di waktu lain kita tak sengaja berpapasan. Ketahuilah aku akan baik-baik saja, benar-benar telah baik-baik saja. Maka, tak perlu menghindar ataupun pergi menjauh. Karena nyatanya kau memang sudah pergi, bukan? ^^v

Hari keenam di bulan Maret

Kamis, 20 Februari 2014

Sabar dan Syukur

Ada yang berkata, sejatinya sumber kebahagiaan itu hanya ada dua; 
"Jika diberi ia bersyukur; Jika diuji ia bersabar." 
Namun seringkali kaidah sederhana ini terlupakan.


Sesuatu bisa saja terlihat indah karena kita belum mengalaminya. Maka dari itu seburuk apapun kondisi yang dirasa, itulah yang paling pas buat kita. Pilihan Allah tak pernah salah. Pun semisal kondisi itu tak bisa diubah, maka kita masih bisa mengubah point of view kita terhadap kondisi tersebut.

Sabar & syukur. Hanya itu sebenarnya kunci ketenangan hati. Sabar pada setiap yang dirasa tak enak, syukur saat ada nikmatNya, sekecil apapun. Sebenarnya asalkan sudah bisa mengolah dua sikap itu, maka gak masalah seperti apapun garis hidup yang dicatatkan Allah. Masalahnya saat ini kita masih benar-benar belum bisa mengelolah kedua sikap itu. 

Masih suka sedih melihat kebahagiaan orang lain, masih suka lupa bersyukur pada nikmat-nikmatNya yang terhampar. Masih sering berkata sesuatu akan indah pada waktunya, yang secara tak langsung kita mengganggap hari ini tidak indah. Yang artinya kita lupa mensyukuri kondisi hari ini. Dan masih suka berandai-andai. Padahal itu adalah pintu masuknya setan.

Kadang sering berfikir, mungkin saja dengan ujian-ujian yang ada inilah kita bisa mendekat kepada Allah. Mungkin jika tidak ada ujian, kita lalai dan masih sibuk dengan hiruk pikuk duniawi, tidak sedikitpun memikirkan akhirat. Dan mungkin dengan ujian inilah yang menjadi penghubung kita dengan Allah.


Maka sudah selayaknya lah apa yang ada dalam kehidupan kita patut diiringi dengan sabar dan syukur. Bersabar saja jika saat ini ada hal-hal yang tidak berjalan sesuai dengan harapan. Dan syukuri semua yang ada, dengan sebaik-baiknya kesyukuran. Tidak mengeluhkan apa yang tiada.

Karena bahagia itu adanya di hati, jika hati sering disibukkan dengan apa-apa yang tiada. Apakah ia masih memiliki cukup waktu untuk mensyukuri hal-hal yang sudah ada? :)

Source: #Obrolan34


Dan kita adalah pasangan sabar dan syukur.
Kamu harus bersabar karena memiliki saya.
Dan saya harus bersyukur karena memiliki kamu.
Iya, kamu. 
Orang-orang yang ada dalam kehidupan saya. :p

Nikmat yang Melalaikan



"Keluarga, pekerjaan, suami/istri, anak-anak, harta kekayaan adalah nikmat dari Allah. Orang lain yang belum memilikinya sampai meminta dan meminta kepadaNya dalam do'a-do'anya, bahkan disertai dengan tangisan. Tapi ketika kita sudah memiliki semua itu, lalu semua itu menjadi penghalang kita dalam beribadah kepada Allah, Dzat yang memberikan sgala kenikmatan-kenikmatan itu. 

Itulah kenapa keberkahan diperlukan untuk meraih nikmat-nikmat Allah. Kalo gak berkah cara mendapatkannya, bisa-bisa begitu. Kenikmatan bukan makin mendekatkan, tapi malah menjauhkan. Makanya ketika sedang diuji dengan masalah hidup, harusnya bersyukur sekali. Ada reminder dari Allah, ternyata kita ini bukan siapa-siapa."

-Mba Hetti Rusmini-

Jumat, 14 Februari 2014

Kabar Baik

Aku sedang menanti sebuah kabar,
kabar baik yang akan kudengar,
kabar dariNya dengan perantaraan dirinya...

Kabar baik?
Kabar gembira pastinya;
apakah kau akan mendapat sebuah penghargaan?
apakah kau memenangkan sebuah perlombaan?
apakah kau menemukan sebuah berlian?
ataukah kau akan menerima sebuah lamaran?

Ah, kau terlalu polos, kawan!
apakah kabar baik hanya berisi yang baik-baik,
apakah kabar baik hanya bercerita tentang kebahagiaan,
apakah kabar baik hanya datang bersamaan dengan keriangan...


Kabar apapun yang kelak kan kudengar,
ia tetap merupakan sebuah kabar baik,
kabar yang baik untukku, menurutNya,
bukankah Dia hanya akan menyampaikan yang baik-baik,
bukankah Dia hanya akan memberi yang terbaik...

Aku hanya meyakini satu hal;
apapun yang kan Dia sampaikan kelak,
itu adalah sebuah kabar baik,
Dia kabarkan padaku;
Hei kau, masih ingatkah;
obat pahit itu mampu menyembuhkan, 
dan kadang permen manis itu bisa menyakitkan...

Februari, hari ke empat belas

Rabu, 12 Februari 2014

Ada di Langit

Aku tinggal dibumi. Tapi, carilah aku di langit. Sebab aku tertahan diantara bintang-bintang. Kau jemput aku dengan doa-doa setelah shalatmu. Kau tengadahkan tanganmu atau bersujud, berdoalah untuk memintaku. Aku tertahan dan garis batas yang membentang diantara kita selebar langit dan bumi.  
Aku tinggal di bumi, tapi carilah aku dilangit. Di sepertiga malammu saat Tuhan turun ke langit bumi. Mintalah aku yang berada di genggaman tangan-Nya. Percuma mencariku di bumi, sebab kunci itu ada d langit. Kunci yang akan menghapus garis batas diantara kita. Mengubah garis yang tadinya neraka, menjadi surga. 
Aku berada di tempat yang tidak bisa kau temui di bumi. Tapi kau bisa menemuiku di langit, meski bukan wujud kita yang bertemu. Melainkan doa-doa kita yang menggetarkan singgasana-Nya. Temukan aku di langit, didalam doa-doa panjangmu. Didalam harapanmu. 
Meski kita tidak saling tahu nama, tidak saling tahu rupa. Jemputlah aku dilangit. Sebab aku tahu, kau mengenalku bukan karena nama dan rupa. Doa kita telah bertemu sebelum fisik kita.  
Mudah bagi-Nya membuat kita kemudian bertemu. Tidak hanya bertemu namun juga disatukan. Sebagaimana doa-doa yang sebelumnya telah kita panjatkan.
Pertemuan kita yang pertama berada di langit, kan? Sekarang kau tahu, mengapa aku memintamu mencariku di langit? 
- Kurniawan Gunadi -

Adalah sesuatu yang berharga, diberi kesempatan untuk bisa membaca karya-karya manis dari orang-orang keren, seperti Mas Gun ini. Tulisannya tidak terlalu nyastra seperti penulis kebanyakan, tapi justru itu, saya suka tipe tulisan seperti ini. Sederhana, tapi mengena. Andai bisa menulis sekeren itu, alangkah menyenangkannya. :)

Bukan Hasilnya, Melainkan Ikhtiarnya

"Demi Allah, sungguh satu orang saja diberi petunjuk (oleh Allah) melalui perantaraanmu, 
maka itu lebih baik dari unta merah."
[HR. Al Bukhari]

Hadits satu ini pertama kali aku dengar saat mengikuti Training for Tutor di kampus, salah satu hadits yang membuat semangat para peserta untuk mulai mengazzamkan diri membina adik-adik kampus. Karena, bila satu saja diantara manusia yang mendapatkan petunjuk melalui kita, itu lebih baik dari unta merah, yang katanya seharga dengan kendaraan paling mahal yang ada di dunia ini. Daebak! ^^

Saya pernah membina beberapa kelompok, mulai dari Rohis SMA saya dulu, Mentoring Program Studi, Mentoring Jurusan, dan beberapa kelompok binaan lainnya. Huwaaa, keren donk yah? | Tunggu dulu, kelompok-kelompok itu pada bubar, hanya bertahan sampai beberapa waktu saja. Satu semesterlah paling lama, kemudian bubar secara teratur. -___-"

Selama beberapa waktu, saya malas membina lagi. Kecewa lebih tepatnya. Saya merasa saya bukan seorang pementor yang baik, karena selama membina saya gak melihat ada perubahan yang cukup baik yang terjadi pada binaan-binaan saya. Padahal saya sudah berusaha semaksimal mungkin untuk bisa menjadi murabbi yang baik untuk adik-adik saya, mencoba mencari cara agar adik-adik saya semakin hari semakin baik dalam amalan kesehariannya.

Sempat juga membina adik-adik SMA Swasta, ujiannya jauuuuh lebih berat dibanding ketika saya membina adik-adik di SMA saya dulunya. Anak-anaknya itu sepertinya kepaksa banget hadir di mentoring itu, bawaannya mau pulang terus. Dan apa yang saya sampaikan sepertinya cuma lewat-lewat saja, gak berbekas.

Jadinya, saya memutuskan untuk berhenti membina adik-adik itu. Kebetulan juga saya mau fokus ke pembinaan di kampus saja, karena saya juga membina satu kelompok halaqah di kampus. Saya lepaskan mentoring SMA itu. Saya jahat yah. >,<

Beberapa waktu saya gak pernah datang ke SMA itu lagi, satu per satu adik binaan saya mengirimi pesan. Ada yang bertanya kabar, ada yang bilang kangen, ada juga yang pengen bisa mentoring lagi. Aaaah, rasanya saya merasa sangat menyesal. Kenapa saya begitu egois, melepaskan amanah hanya karena merasa tidak dihargai dan dianggap sebagai pementor. :(

Sepertinya ada yang tidak beres di hati saya. Yah, saya masih berorientasi pada hasil, niat saya masih belum lurus, masih ingin mendapatkan penghargaan dari manusia. Bukankah harusnya cukup saja Allah, Rasulullah dan orang-orang mukmin yang menilai apa yang kita lakukan. Ikhlas saja, meskipun hasil yang diharapkan tidak seperti yang kita harapkan.

Kita tidak pernah tahu amalan mana yang benar-benar Allah ridho terhadap kita karenanya. Benar-benar kita tidak tahu. Yang bisa kita lakukan adalah melakukan sebanyak mungkin kebajikan di wasilah-wasilah kebaikan yang ada, karena Allah...

Karena yang perlu dan harus diingat adalah bagaimana usaha yang kita lakukan dalam proses untuk menggapai yang kita harapkan itu, bukan seperti apa hasilnya. Dan bukanlah kewajiban kita juga untuk memberi hidayah kepada orang-orang di sekitar kita, yang berhak memberi hidayah hanyalah Allah. Kita sebagai manusia hanya diwajibkan untuk menyampaikan kebaikan yang kita ketahui, bukan membuat orang itu mengikuti apa yang kita sampaikan. [QS. Al Baqarah: 272]

Saya jadi ingat sama kalimat murabbiyah saya dulunya. Katanya, "Sampaikanlah apa yang perlu untuk disampaikan, luruskanlah apa yang harus diluruskan. Tentang hasilnya seperti apa, Allah lah yang berhak memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Jika tidak sekarang, mungkin nanti di suatu hari, apa yang pernah disampaikan itu akan kembali teringat oleh mereka. Dan bisa jadi saat itulah hidayah itu menghampirinya dek. Jadi, jangan pernah berkecil hati karena binaan kita tidak bisa jadi seperti yang kita harapkan. Semua itu sudah sunnatullah, tidak semua orang akan langsung berubah, proses dan waktu bermain di sana."




Satu hal lagi, setelah kita berusaha dengan ikhtiar yang paling baik. Maka do'a adalah langkah selanjutnya, do'akan slalu mereka dalam do'a-do'a kita, dalam do'a rabithah yang kita lantunkan. Semoga Allah berkenan memberi hidayahNya, semoga Allah berkenan mengistiqomahkan kita semua, dan semoga Allah berkenan menyatukan kita kelak di SyurgaNya. Aamiin allahumma aamiin.

Selasa, 04 Februari 2014

Pintaku PadaNya, Tadi Malam

Allah, jadikan tiap harap agar tak berlebihan.
Agar setiap rasa slalu dalam kadarnya.
Agar setiap cita tetap dalam niatnya.
-Pesan si Kiki

Yah, aku bisikkan padaNya agar senantiasa menjagaku;
untuk niat yang lurus karenaNya,
untuk hati yang tak ternodai...

Mohon padaNya;
menjaga tiap ikhtiar ini bernaungkan barokahNya,
menjaga asa yang mulai melangit agar tetap menapak ke bumi,
agar kecewa jauh dari hati dan diri ini...


Rabb, aku tak meminta banyak.
Aku hanya ingin Engkau berikan aku;
hati yang slalu berserah pada tiap kuasaMu,
jiwa yang menghamba akan tiap ketetapanMu,
diri yang berpasrah pada do'a-do'a;
yang mohonkan Engkau beri yang terbaik untukku,
untuk duniaku, juga untuk akhiratku kelak...



-anak gadis ayah-

Cinta di 34



Rabu, 22 Januari 2014

Quote

"Tidakkah kita menyadari bahwa dalam setiap skenario hidup, Allah tak menelantarkan kita dengan teka-teki tanpa petunjuk-Nya? Dia hadirkan sinyal-sinyal cinta-Nya untuk mengantarkan keyakinan dalam setiap hal yang kita putuskan."

-Fu, JDA page 195