Rabu, 22 Agustus 2012

Sebuah Proses Panjang

Saat Kau Kusebut, TEMAN...          

Dulu, aku hanya memberimu senyuman manis saat bertemu. Di mana aku hanya pernah melihatmu di beberapa kegiatan yang kuikuti. Mulailah ku tahu siapa namamu, dan sejak itu tak hanya sesimpul senyum manis yang kuberikan ketika kita tak sengaja berpapasan, kita pun akan dengan refleks saling berjabat tangan dan saling berangkulan. Kau kini telah resmi menjadi temanku, orang yang akan mengingat siapa aku tatkala kita bertemu dalam perjalanan panjang ini...

          Teman, kau mulai menemani hari-hariku. Setidaknya kau akan berkata, “Apa kabar Ci? Long time no see...” saat kita telah lama tak bersua. Aku pun akan mulai membuka cerita-cerita menarik yang ku rasakan saat itu, bertanya ini dan itu tentangmu, lalu merekamnya dalam memoriku. Aku ingin tau lebih banyak tentangmu, ingin tau seperti apa sebenarnya dirimu. Karna kau adalah temanku...

Kau Naik Tingkat, SAHABAT...
          Kini, tak hanya saat bertemu saja kita kan saling bertegur sapa. Melalui pesan-pesan singkat itu kita kan mulai mengabari kondisi terkini yang kita alami. Aku mulai merasa rindu untuk bertemu, mencari waktu dan kesempatan agar bisa kembali melihatmu. Berbagi cerita dan tertawa bersama...

          Aku pun mulai tau dan mencoba mengerti, kenapa kau tak suka ini dan tak suka itu. Mulai tau apa saja yang menjadi kesukaanmu, juga sedikit mengenal karaktermu. Ahay, ternyata aku salah, kau tak seperti yang banyak orang lain tau. Kau lebih ribet dari yang terbayangkan, banyak sekali perbedaan diantara kita, sahabat!

          Di fase ini, aku tak lagi hanya berkisah tentang cerita indahku saja. Aku akan dengan rasa percaya padamu menceritakan hal-hal yang orang lain tak pernah tau, tentangku, masa laluku, keluargaku juga harapan-harapan yang sempat tersemai. Kau juga akan segera tau saat hatiku terjatuh pada sebuah hati, karna aku percaya, kau adalah sahabatku. Seseorang yang kupercayai, tak sungkan bagiku untuk mencarimu saat ku rasa beban itu tak lagi mampu kupikul, meminjam pundakmu untukku bersandar sejenak, meraih tanganmu saat aku tak sanggup berdiri kembali, mendakapmu saat tangis itu tak tertahan lagi...

          Kau telah benar-benar naik tingkat, di hatiku. Kini, saat namamu terdengar, memoriku akan dengan secepat kilat mengeluarkan apa-apa tentangmu, kau telah memiliki folder tersendiri yang telah terprogram dalam ingatanku. Selayaknya sebagai sahabat kau akan menjagaku dengan baik, kau akan berkata yang baik-baik tentangku dan menutupi aib-ku di hadapan orang-orang, menegurku dengan ahsan saat diriku mulai limbung dalam melewati jalan ini, ya seperti itulah dirimu. Karena aku adalah sahabatmu...

Dan Kita pun Bersaudara, karena-Nya...
          Kau tak perlu menunggu aku bicara padamu tentang risau yang menggelayutiku, kau akan tau dengan sendirinya. Saat kau dapati wajahku tak seperti biasa, senyumku seakan dipaksakan saja, dan saat itupun kau segera tau, ada sesuatu yang menimpaku...

          Kita bagai satu jiwa yang berada di raga berbeda, Allah telah menggerakan hati ini untuk bisa memahamimu tanpa perlu aku memintanya, Dia mengikat hati kita dalam sebuah simpul bernama UKHUWAH. Saat ada rasa sakit yang menyentuh hatiku, kau yang berada jauh di sana, tanpa kuberitahu tentang apa yang kurasakan, mengirimkan pesan singkat, “Terkadang Allah itu menguji kita justru di titik terlemah kita, apakah kita layak naik kelas di hadapanNya atau tidak.” Bulir-bulir bening itupun berjatuhan, namun membawa kesejukkan di hatiku. Ingin sekali segera bertemu denganmu, memelukmu, dan mencurahkan keping-keping hati yang patah itu. Oh Tuhan, terima kasih atas nikmat ukhuwah ini...

          Meski terkadang hal-hal sepele bisa membuat kita bertengkar, aku anggap itu sebagai bumbu-bumbu ukhuwah diantara kita. Karena, disadari ataupun tidak, pertengkaran-pertengkaran kecil itu justru merekatkan benang-benang yang belum menyatu itu. Aku semakin memahami, apa yang kau tidak sukai, dan coba untuk tidak mengulanginya kembali...

          Walau ukhuwah kita tak bersyarat, tapi satu hal yang harus kau pahami. Aku adalah manusia biasa, banyak sekali khilaf yang pernah kuciptakan, janji-janji yang kadang terlupakan, juga hak-hakmu sebagai saudara yang sering terabaikan. Kadang keegoisan menutup rapat hatiku dari kebaikan yang ada padamu, hingga prasangka-prasangka itu tergambar dengan jelas di benakku, ada kalanya aku menuntut perhatian lebih darimu, bukan karena apa-apa aku hanya ingin kau selalu ada untukku. Karena kau adalah saudaraku…

Ya, ukhuwah itu adalah sebuah proses panjang. Proses mengenal diri masing-masing yang takkan pernah mengenal batas waktu, proses mengerti kekurangan dan kelebihan, proses untuk memberi maaf dan menerima maaf, proses memahami atas keburukan yang tak sengaja tercipta, dan proses-proses lainnya yang kan kau jumpai dalam perjalanan panjang ini…

Aci Tankguh
21 Juli 2011, 8.09 pm

Ditulis dalam rangka
"1 Minggu Menulis Bersama dengan Tema Ukhuwah/Persahabatan"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar