Minggu, 11 November 2012

Pertanyaan Yang Tepat

Habis blog walking, banyak membaca tulisan-tulisan keren dari orang-orang yang juga keren. Jujur, kadang tiap baca blog seseorang, aku ngerasa minder, mereka kok bisa yah buat tulisan keren gitu? Kata temenku sih, ini tentang Jam Terbang, kawan. Semakin banyak membaca, banyak melihat, banyak mendengar, akan semakin banyak hal juga untuk ditulis, maka semuanya akan terbiasa nantinya. :)

Aku mau repost tulisan dari Ukhti Lanina Lathifa, Pertanyaan Yang Tepat

Mendapat kabar teman dekat akan menikah itu sesuatu ya. Sungguh sesuatu. Seolah-olah saya disodorkan pertanyaan besar, “Kamu kapan?” Padahal dia sendiri tak pernah melontarkan pertanyaan demikian.
“Ukht, insyaAlloh saya akan dikhitbah…”
Selalu speechless campur haru campur bahagia campur-campur lah pokoknya, tiap kali curhatan seperti ini mendarat di telinga.
Kenapa speechless? Karena dia sepantaran dengan saya. Berarti jelas kesiapannya di atas saya. Kematangannya (segala sesuatunya) selangkah atau bahkan beberapa langkah mendahului saya.
Kenapa haru? Sebab ketika seorang wanita dikhitbah (dipinang) oleh seorang laki-laki pilihan-Nya, itu artinya ia akan bergantian “mengabdikan” diri kepada seorang lelaki yang dulu teramat asing baginya. Dulu, gadis itu hanyalah seorang anak perempuan ayah. Sebelumnya, gadis itu hanyalah seorang anak perempuan yang sangat merajuk kepada ayah. Dulu, gadis itu adalah perempuan yang sangat dicemburui ayah jika berdekatan dengan lelaki asing. Dulu, gadis itu adalah perempuan yang sangat dikhawatirkan ayah. Dulu, sebelum lelaki asing pilihan-Nya itu datang meminta ijin sang ayah untuk menggenggam separuh hati gadisnya. Dulu, sebelum lelaki asing yang ditunjuk-Nya itu datang untuk meminta ijin bergantian menjaga gadisnya.
Kemudian kenapa bahagia? Jelas. Karena perempuan yang lusa akan dipinang itu adalah sahabat, saudara, sekaligus separuh hati tempat saya berbagi cerita.
Sekali lagi, ini bukan masalah, “Saya kapan?” Sebab sungguh, pernikahan benar-benar bukan sebuah perkara yang bisa digesakan. Pernikahan bukan perkara balapan, saingan, bahkan saling adu percepatan.
Jika dia mendahului saya, ini sama sekali tidak berarti “Saya kalah cepat.” Sebab, menikah hanya menuntut kita siap. Jadi pertanyaan yang tepat adalah, “Sudahkah saya siap jika suatu ketika lelaki pilihan-Nya itu datang meminang?”
Pertanyaan yang tepat adalah, “Sampai dimana persiapan dan kesiapan saya?”
Pertanyaan yang tepat adalah, “Sudahkah saya siap menanggalkan status gadis menjadi seorang istri dengan segala konsekuensinya?”
“Sudahkah saya siap berganti amanah, dari yang dulu seorang perempuan ayah, kemudian kini menjadi seorang perempuan suami penjaga keharmonisan rumah?”
“Sudahkah saya siap menghabiskan sisa waktu sebagai perempuan yang bersanding dengan lelaki yang menjadi tulang punggung masa depannya?”
Pertanyaan yang tepat, “Sudahkah saya siap?”
Kepada-Nya yang menetapkan segala sesuatu berpasangan, Kepada-Nya yang menakdirkan Hawa bersanding dengan Adam, aku minta dimampukan untuk merasa siap pada saat yang telah Engkau tetapkan. :’)

Kenapa aku repost tulisan ini? Karena aku juga sedang dalam situasi ini, temen deketku 4 hari lagi akan menikah. Orang-orang di sekitar seakan kompakkan menanyakan hal ini, "Kapan nyusul?"

Dan, aku pun bertanya, pada diriku, "Sudahkah kamu siap Ci?"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar