Selasa, 20 Agustus 2013

Izin dan Kepercayaan

Menurut saya ada keterikatan yang cukup erat antara izin dan kepercayaan. Ini dalam hal apapun.


Ayahku termasuk orang yang agak protektif, apalagi menyangkut tentang anak-anak gadisnya. Ayah akan jadi lebih cerewet bertanya ini dan itu, sebelum memberi kata 'IYA' untuk permintaan izin tentang sesuatu.

Dulu, waktu masih sekolah aku hampir tidak pernah mendapat izin berpergian jauh. Ketika ada study tour ke Lampung, yang terhitung tidak jauh pun tetap tidak dibolehkan ikut. Jadinya aku hanya menghabiskan hari-hari (di saat mereka berlibur) dengan mengumpulkan beberapa bahan untuk dibuat makalah, sebagai ganti tidak mengikuti kegiatan itu, sungguh sesuatu yang sangat menyenangkan. -_-"

Sekalinya dikasih izin, biasanya harus bareng temen-temen yang dikenal orang rumah. Pulangnya harus sebelum Maghrib. Gak boleh nginep di rumah temen, walaupun rumahnya itu ada di lorong sebelah. Jadi, aku hanya pernah nginep di rumah keluarga dekat aja.

Itu dulu.

Sekarang?  Jangan tanya, aku bisa berlibur ke manapun aku mau. Selama keluarga tau ke mana, dengan siapa dan berapa lama perginya. Jarang sekali mendengar kata 'TIDAK' untuk tiap permintaan izin yang aku utarakan. Baik ke ayah, ibu ataupun anggota keluarga lainnya.

Tanya kenapa?

Kepercayaan! Yap. Aku rasa satu kata itu menjawab tiap tanya yang dulu sempat hadir dalam benakku, 'kenapa ayah gak ngasih izin?' 'kenapa ibu gak ngebolehin?' 'kenapa cuma kakak yang boleh pergi-pergi?'.

Aku yakin sekali, dulu orang-orang rumah pasti sangat tidak percaya dengan si putri bungsu ini. Makanya izin untuk berpergian tak pernah didapat. Hehehe...

Terhitung sejak aku berhijab, yah sejak aku memutuskan berhijab dan dekat dengan lingkungan yang baik dan terjaga. Sejak itulah aku mendapat izin penuh untuk pergi ke mana-mana, selagi semuanya jelas.

Orang rumah sangat percaya kalo aku bisa menjaga kepercayaan yang mereka berikan. Yah sampai-sampai mereka tidak sekalipun menelpon untuk menanyakan apakah aku sampai dengan selamat, apa aku baik-baik saja di kota orang. Tapi, aku rasa gak gitu juga kali. Gimanapun juga aku ini anak gadis mereka, masa iya mereka gak peduli yak kabar aku gimana. >,<

Sempet iri sama temen seperjalanan, yang sedari mau berangkat sampai mau pulang lagi ke rumah ditelepon setidaknya 3 sampai 4 kali sehari. Aku kan juga mau dikhawatirin kaya gitu. -_-"

Kadang suka heran sama temen yang gak dapet izin i'tikaf, padahal jelas di mana dan ngapain aja di sana. Masa iya untuk ibadah harus dilarang-larang sih, kecuali dia perginya gak jelas ke mana dan mau ngapain ajah. Baru deh boleh dilarang.

Oyah, kalo mau dapet izin sebaiknya kamu jangan sering-sering ngeluh capek lah, pusing lah, sakit ini itu lah. Karena kalo kitanya sering ngeluh, biasanya susah buat dapet izin pergi-pergi. Orang rumah akan jadi lebih khawatir terhadap kesehatan kita ketimbang ke mana kitanya.

Makanya dulu waktu masih di kampus, secapek apapun aku 'main' di LDK berusaha untuk gak ngeluh. Takut nantinya gak diizinin 'main' di sana lagi. Pasti akan disuruh pulang setelah jam kuliah selesai. Alangkah monotonnya hidupku yah, jadi kupu-kupu (kuliah pulang-kuliah pulang). ^^

Kepercayaan adalah sesuatu yang akan sulit kembali kau dapatkan, meski sekali saja kau mengkhianatinya. -Permen Strawberry

*udah lama gak nulis, kangen juga

Tidak ada komentar:

Posting Komentar