"Tak penting ujian itu baik atau buruk, yang terpenting ujian itu membuat diri semakin taat."
Itu adalah motto hidup seorang kenalan saya, seorang ibu muda, istri yang shalehah juga muslimah yang tangguh (insyah Allah). Saya cukup mengenalnya, kira-kira satu setengah tahun yang lalu kita pertama kali bertemu. Di sebuah walimatul ursy yang sederhana namun begitu terasa indahnya, [Bandung, Juli 2011]
Karena dia dari Bandung, jadi orangnya itu sangat lembut. Tutur katanya begitu halus, dibanding sama saya sih jauuuuh, kek langit sama bumi. -___-" | Usia kita seumuran, tapi dia udah punya anak satu ajah, saya malah belum nikah, #ehh *curcol
Allah itu menguji hambaNya sesuai dengan tingkatan kemampuannya, jika kita diberi ujian yakinlah bahwa kita PASTI bisa mengatasi ujian itu. Hanya saja, apakah kita bersabar dan terus berikhtiar dalam menghadapinya ataukah mengeluh lalu menyerah tanpa berjuang?
Semakin tinggi tingkatan keimanan seseorang, maka ujianNya pun semakin hebat. Yah, ibaratnya kek ujian sekolah. Soal untuk anak SD pasti beda levelnya sama anak SMA, anak SMA akan dengan mudah menyelesaikan soal yang untuk anak SD, tapi tidak sebaliknya.
Di sana ada penilaian dariNya, untuk melihat sejauh mana hambaNya itu berhak dinaikkan 'level'nya. Apakah sudah layak naik atau masih harus meremedi lagi ujian tersebut? Sampai bisa lulus dengan hasil yang maksimal.
Teteh, begitulah saya biasa memanggilnya. Kisah hidup tentangnya ketika masih kuliah dulu sungguh menggetarkan, saya mendengarnya dari seorang teman dekatnya ketika di Bandung. Teteh itu terbiasa hidup keras, ibunya telah meninggal, ia tinggal bersama ayah dan adik lelaki satu-satunya. Dia harus bekerja keras untuk bisa tetap kuliah, kadang dia harus berjalan kaki menuju kampus, karena tak punya biaya untuk naik angkot.
Dan, sekarang beliau menetap di Palembang ikut suaminya. Meninggalkan ayah dan adiknya di sana, pasti sangat berat jika tidak kuat hati mah. Di sini banyak yang begitu menyayanginya, semua yang mengenal teteh pasti suka berteman dengannya. Karena beliau orang yang baik juga lembut.
Beberapa bulan yang lalu suaminya sakit, sempat dirawat di rumah sakit. Saat itu dia sedang hamil besar, harus bolak-balik ke rumah sakit menjaga suaminya. Alhamdulillah sekarang suaminya itu benar-benar sembuh. Sehingga dia bisa tenang menjalani kehidupan baru yang jauh lebih bahagia.
Lalu, Allah kembali mengujinya, saat ini dia sedang sakit. Sakit yang cukup berbahaya, di saat-saat paling membahagiakan, yah saat putri kecilnya sedang lucu-lucunya itu. Saya sempat membesuknya beberapa pekan lalu, saat itu dia hanya bilang sakit biasa. Tapi, wajahnya begitu pucat, badannya pun nampak kurusan dari sebelumnya. Karena katanya tidak apa-apa, saya tidak terlalu menanggapinya. Dan kembali memusatkan pada diri sendiri dan orang-orang terdekat saja, lalai pada dia yang dekat tapi terasa begitu jauh.
Saya merasa jahat, sangat jahat. Sebenarnya saya membesuknya saat itu juga karena disMsin seorang teman, meminta saya untuk bersilaturrahim ke rumahnya. Akhirnya saya menyempatkan diri mampir ke rumahnya, dengan alasan jarak yang lumayan jauh dan saya sangat jarang ada keperluan di daerah sana. Saya mengabaikan hak saudara saya untuk dikunjungi, saya emang jahat!
Padahal dia itu di sini sendirian, hanya bertemankan suami dan putri kecilnya yang baru 6 bulan itu. Betapa teganya saya tidak menemaninya di saat dia membutuhkan teman, saudara untuk sekedar tempat bercerita. Sesibuk itukah sampai tak punya waktu untuk mengunjunginya Ci?
Semoga semua akan baik-baik saja, yah, pastinya semua akan baik-baik saja. Allah bersama kita, Allah bersamamu teh. Allah bersama mereka yang senantiasa mendekat padaNya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar