Rabu, 05 Mei 2010

Mau Nikah??? Emang Uda SIAP???

Pernikahan adalah sesuatu yang suci, sakral dan bernilai ibadah, karena pernikahan adalah salah satu dari sekian pintu yang digunakan untuk meraih keridhaanNya. Pernikahan juga merupakan ikatan suci antara dua insan, di mana mereka saling mendukung dan mendampingi antara satu dan lainnya demi menggapai keridhaan Rabb-nya. “Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kalian mengingat (kebesaran ALLAH).” (QS. 51: 49)

Menikah itu tidak semudah ataupun sesulit yang kita bayangkan, nah loh gimana ceritanya tuh. Banyak orang yang tidak mau menikah karena ia takut untuk menikah, takut tidak bisa bertahan dengan pasangannya, takut pasangannya tidaklah sama seperti yang dibayangkan sebelum menikah, takut tidak bisa menghidupi keluarga dengan baik, takut tidak terpenuhinya semua keinginan yang telah ia rancang, takut ini takut itu dan takut segalanya. Ada juga yang menganggap menikah itu mudah, dengan hanya bermodalkan niat tanpa ada persiapan-persiapan yang harusnya ia miliki sebelum memutuskan untuk menikah. Lalu apa aja sih persiapan sebelum menikah itu???

1. Ruhiyah
Kenapa ruhiyah menjadi hal pertama yang harus dipersiapkan sebelum menikah?? Karena ketika kita belum menikah kita hanya disibukkan dengan diri sendiri dan keluarga kita, masalah kita pun tak sekompeks seperti halnya orang yang telah menikah. Maka dari itu kita harus memperhatikan hal satu ini, sebelum menikah kita harus meluruskan niat kita, untuk apa sih kita menikah??
Menikah itu haruslah dengan motivasi untuk beribadah kepada-Nya. Tidak salah, tidak salah sama sekali jika kita menikah disebabkan alasan psikis karena saling mencintai kemudian sepakat untuk menikah atau karena alasan biologis berupa dorongan syahwat pun tidak salah, namun jangan jadikan hal-hal tersebut sebagai satu-satunya alasan untuk menikah, terlepas dari kehendak untuk beribadah kepada-Nya.
Berapakah lamanya perasaan cinta yang mampu bersemai dihati sepasang kekasih tanpa nilai ketaqwaan didalamnya dan seberapa mampukah gejolak syahwat diredam hanya karena tuntunan pemenuhan biologis semata. Sudah menjadi tabiat dasar manusia yang tidak pernah puas akan kesenangan dan kenikmatan, sampai-sampai Rasulullah bersabda adalah bani adam yang apabila diberi kepadanya sebuah lembah yang penuh emas, maka pasti dia akan meminta lembah lainnya berisi emas juga.
Agar tendensi ketidak puasan tersebut mampu untuk dikendalikan, tak lain hanya dengan menggunakan rambu-rambu syariat dimana salah satunya ialah dengan menjadikan niat menikah dimotivasi akan keinginan untuk beribadah kepada-Nya sehingga mampu melahirkan sifat qana’ah atau kecukupan hati.
Bukankah tujuan menikah ialah menciptakan ketenangan dan perasaan cinta serta kasih (sakinah, mawadah, warahmah) antara suami istri. Tidaklah ketenangan hati mampu dicapai kecuali dengan mengingat Allah dan tidaklah seseorang bisa mengingat Allah secara sempurna kecuali dia tengah beribadah kepada-Nya, sedangkan pemilik sesungguhnya dari perasaan cinta dan kasih ialah Allah SWT, sehingga menjadi hak-Nya untuk memberikan perasaan tersebut kepada hamba-hamba yang dikehendaki-Nya dan tentu saja menjadi hak-Nya juga untuk mencabut perasaan tersebut kapan saja Dia mau.
Lalu apa yang bisa kita lakukan agar Allah SWT sudi untuk senantiasa menjadikan perasaan cinta dan kasih bersemayam dihati kita? Tentu saja dengan membuat Dia ridho melalui ibadah kepada-Nya. (ngutip kata-kata di note-nya temen)

2. Ilmiah atau Ilmu Pengetahuan
Nah hal satu ini juga ga kalah penting dari yang pertama, seperti halnya kita akan memasuki dunia baru, kita harus tau apa saja sih yang ada di dunia itu, kemungkinan-kemungkinan apa saja yang akan tejadi selama kita di dunia baru itu, dan banyak lagi yang perlu kita ketahui sebelum kita memasuki dunia baru tersebut. Dalam sebuah pernikahan, kita harus tau banyak hal terkait tentang pernikahan. Carilah ilmu-ilmu berkenaan dengan pernikahan, bagaimana menjadi suami/istri yang baik, fiqh-fiqh pernikahan, cara berkomunikasi efektif dengan pasangan, cara mendidik anak, de el el…

Berkaitan dengan cara berkomunikasi ini, saya punya catatan yang cukup menarik yang bisa kita pelajari bersama tentang perbedaan unik antara pria dan wanita dalam berkomunikasi…
- Single Tasking
Otak wanita memiliki Corpus Callosum, yaitu sekelompok saraf yang menghubungkan otak kanan dan kiri. Saraf inilah yang menghubungkan komunikasi di antara kedua belahan otak. Koneksi yang lebih kuat antara bagian-bagian otak yang berlainan meningkatkan kemampuan WANITA untuk melakukan MULTI TASKING atau beberapa tugas sekaligus.
Pada pria, saraf ini mempunyai ukuran 25% lebih kecil daripada wanita. Inilah sebab mengapa LAKI-LAKI UMUMNYA SINGLE TASKING : hanya bisa mengerjakan satu urusan pada satu saat.

- Berorientasi Solusi
Setiap tindakan kita atas suatu masalah ditentukan oleh level aman, yakni persepsi tentang seberapa parah dampak yang akan timbul. Level aman terhadap masalah bagi seorang WANITA lebih rendah, tetapi baginya yang terpenting adalah merasa DIDENGARKAN DAN DIPAHAMI. Orientasinya proses itu.
Level aman terhadap masalah bagi seorang laki-laki memang lebih tinggi. Tetapi baginya, masalah itu harus dipecahkan oleh dirinya sendiri, jadi laki-laki memang tidak mudah panik. Mungkin bagi wanita hal tersebut terkesan menggampangkan masalah. Dibalik ketidakpanikan, dalam diri LAKI-LAKI tertancap kuat sebuah persepsi bahwa setiap masalah harus berujung dengan SOLUSI.

Kita ambil satu cerita yang cukup menarik, suatu hari seorang istri bercerita tentang apa yang ia kerjakan seharian kepada sang suami, “Bang, aku capek banget nie, dari tadi aku ngurus anak-anak, nyuci baju, masak, semuanya deh… Huffh, bener-bener capek!”. Suaminya lantas berpikir, apa ya solusi untuk masalah dari istrinya ini. Dan dengan santainya ia mengatakan “Insyah Allah bulan depan kalo abang punya uang lebih kita akan pake jasa pembantu.” Terang saja si istri berpikir dalam hati, “hmm… Jadi selama ini aku dianggap pembantu ya?” Padahal maksud sih istri ia hanya ingin mencari telinga yang mau mendengarkannya, bukan berarti ia meminta dicarikan solusi dari permasalahannya.
Kata Ust. Salim A Fillah, “Jika kita mau memahami tingkah laku sang istri dan menjadi pendengar terbaiknya, insyah Allah kita bisa menghemat banyak anggaran untuk hal-hal yang sebenarnya tidak perlu dan rahasia keluarga kita tak sampai ke telinga orang lain (karena sang istri merasa tak didengar di rumahnya sendiri).”

- Memilih DIAM Jika dihadapkan Masalah atau Pilihan Sulit
Ingat apa yang dialami Ibrahim as ketika diminta Allah meninggalkan anak dan istrinya di lembah tak bertuan, tak bertanaman, tak bermanusia, di dekat rumah Allah yang mulia? Perasaan sebagai bapak dan suami yang harus memimpin, melindungi dan menafkahi bergumul dengan perasaan sebagai hamba dan Nabi yang harus mentaati Allah. Maka dia tak sanggup bicara, hanya DIAM. Bahkan ketika Hajar bertanya tiga kali kepadanya, dia tetap tak bicara.

- Memerlukan Ruang Menyendiri dalam Kondisi Tertekan
Ketika Muhammad, lelaki yang banyak menyendiri memikirkan ummat itu mendapat wahyu pertama, dia shock. Seolah beban separuh bumi untuk mengubah nasib ummat manusia diletakkan di pundaknya seorang diri. Ketika pulang Beliau jatuh berulang kali, sesampainya di rumah ia berkeringat dingin, pucat pasi, menggigil dan pias. Dia berkata, “Selimuti aku, selimuti aku.. Selimuti aku!”
Kehebatan Khadijah sebagai istri adalah bahwa melihat kepanikan itu dia tak ikut panik dan tak bertanya, “Ada apa?” Dia langsung menyelimuti dan memberi ruang menyendiri kepada Muhammad untuk menenangkan diri.
Terkadang istri bermaksud baik untuk mendukung suaminya, dengan menanyakan apa yang menjadi permasalahan pada suaminya. Tapi sang suami berteriak dalam hati, “Bisa tolong biarkan aku sendiri gak sih? Percaya sajalah! Kalaupun ada yang ketinggalan, percayalah bahwa nanti aku akan menemukan solusinya! Kalaupun ada suatu masalah akibat keteledoran di sini, nanti akan kita cari solusinya di sana!”
Seorang lelaki lebih memilih menyendiri untuk menyelesaikan permasalahannya ketimbang menceritakan masalahnya kepada orang lain, sangat berbeda dengan perempuan yang dengan senang hati menceritakan apa yang terjadi padanya ke orang lain. Dia hanya ingin sedikit meringankan bebannya dengan berbagi ke orang lain, terkadang perempuan beranggapan lelaki itu seperti halnya dia. Sehingga ia senantiasa mengharap sang suami mau menceritakan permasalahan yang ia hadapi kepada dirinya, sama seperti yang ia lakukan.

- Menghitung dan Menimbang dalam Hubungan
Seorang wanita tidak menghitung. Ia akan memberi dan terus memberi sebagaimana pada saatnya. Ia menuntut untuk menerima dan terus menerima. Seorang laki-laki menghitung, “Saya sudah sekian kali memberi, boleh dong saya ambil kesempatan kali ini untuk diri saya.”
Seorang wanita tidak menimbang. Baginya satu kebaikan adalah satu kebaikan. Besar atau kecil tidak dipertimbangkan. Sementara laki-laki menimbang, “Jika saya sudah memberi kebaikan sebesar ini, saya berhak melakukan tiga kesalahan kecil tanpa disalahkan.”

- Memerlukan Jeda-jeda “Mandiri” untuk Menjaga Hubungan
Seorang wanita seperti gelombang. Kemampuannya mencintai seseorang naik dan turun sesuai apa yang dirasakannya dalam hubungan. Sebaliknya, seorang laki-laki seperti karet gelang. Ia secara otomatis berubah-ubah antara membutuhkan kedekatan dan kemandirian. Dan ketika dia mengambil jeda untuk melakukan kegiatannya sendiri yang tak berhubungan dengan orang lain, sebenarnya di situ akan dia temukan kebutuhan untuk mendekat kembali.
Maksudnya, ketika seorang lelaki merasa hubungannya dengan orang lain mengalami hal yang cukup menjenuhkan. Biasanya mereka akan mencari ruang untuk diri sendiri, misalnya ia berkumpul dengan teman-temannya, mencari sedikit hiburan dan ketika ia merasa lebih baik, ia akan kembali mendekat.

- Berkomunikasi dengan Kalimat Langsung
Kecerdasan menangkap makna, perempuan biasanya lebih tinggi sehingga kalimat tak langsung yang sering mereka gunakan sulit dipahami laki-laki. Untuk berkomunikasi dengan laki-laki: kalimat “Mau nggak bawain belanjaan?” lebih baik daripada “Belanjaannya masih di motor loh” atau “Minggu besok kita pergi yuk!” lebih baik daripada “Sudah lama loh kita nggak jalan-jalan.” Atau “Maukah kau menjemput anak-anak?” lebih baik daripada “Anak-anak harus dijemput dan aku masih banyak kerjaan.”

KEBUTUHAN EMOSI YANG UNIK
Laki-laki dan perempuan memiliki kebutuhan emosi yang berbeda. Wanita membutuhkan perhatian, pengertian, hormat, kesetiaan, penegasan dan jaminan. Sementara pria membutuhkan kepercayaan, penerimaan, penghargaan, kekaguman, persetujuan dan dorongan.


Kesalahan Wanita Sehingga Pria Merasa Tidak Dicintai
- Mencoba memperbaiki tingkah lakunya atau menolongnya dengan menawarkan nasehat yang baik yang tidak diminta. --} Pria merasa tidak dipercaya
- Mencoba mengubah atau menguasai tingkah laku dengan menyampaikan kesalahan atau perasaan negatif –nadanya memanipulasi dan menghukum-. --} Pria merasa tidak diterima
- Tidak menghargai yang dilakukan pria padanya, tetapi mengeluh mengenai apa yang tidak dilakukan oleh pria kepadanya. --} Pria merasa tidak dihargai
- Membetulkan tingkah lakunya dan memberitahu apa yang seharusnya, seolah-olah ia anak kecil. --} Pria merasa tidak dikagumi
- Perasaan kecewa diungkapkan tak langsung dengan pertanyaan retoris, “Mengapa kau melakukan itu?” --} Pria merasa tidak disetujui
- Ketika pria membuat keputusan atau mengambil inisiatif, wanita sering mengecamnya.
--} Pria merasa tidak didorong dan justru dikecilkan hatinya.

Kesalahan Pria Sehingga Wanita Merasa Tidak Dicintai
- Tidak mendengarkan, mudah terbagi perhatiannya, tidak mengajukan pertanyaan yang penuh minat atau perhatian. --} Wanita merasa tidak diperhatikan/dipedulikan
- Mengartikan perasaan secara harfiah, ia menganggap wanita perlu penyelesaian, karena itu ia memberinya solusi. --} Wanita merasa tidak dimengerti
- Mendengarkan, tapi kemudian marah dan menyalahkan (karena memang sebenarnya salah) atau karena membuatnya kecewa dan patah semangat.
--} Wanita merasa tidak dihormati
- Menganggap banyak hal penting lain (pekerjaan, anak-anak) harus diselesaikan daripada berlama-lama mendengarkan istri tanpa menemukan solusi.
--} Wanita merasa sang suami tidak setia
- Bila wanita marah, pria menjelaskan mengapa pria benar dan mengapa seharusnya wanita tidak boleh kecewa. --} Wanita merasa tidak dihargai atau pria tidak tegas menghargainya
- Setelah mendengarkan, tidak mengatakan apa-apa atau pergi begitu saja atau malah tertidur. --} Wanita tidak merasa mendapatkan jaminan

Hal-hal tersebut di atas terkadang terabaikan oleh kita sehingga mengakibatkan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan dalam kehidupan berumah tangga. Untuk itu sedini mungkin kita belajar memahami karakteristik lawan jenis kita, apa yang mereka inginkan ketika merasa sedih, apa yang dapat membuatnya menjadi seseorang yang dihargai, de el el…

Dalam kehidupan berumah tangga akan banyak hal tejadi yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya, kita harus siap dengan kemungkinan-kemungkinan yang ada. Kita tidak boleh hanya mengharapkan sesuatu dari pasangan kita tanpa berharap dapat memberikan sesuatu kepadanya. Jangan pula hanya disibukkan untuk mengurusi kemauan, tanpa menyibukkan diri untuk mencapai kemampuan kita dalam berumah tangga. Dan cintailah suami ataupun istrimu sebagaimana ia ingin dicintai, perilakukanlah ia sebagaimana ia ingin diperlakukan. (Salim A Fillah)

3. Jasadiyah
Ini juga perlu dipersiapkan sebelum kita menikah, terkadang kita mengabaikan faktor satu ini. Biasanya ketika masih bujangan atau gadis, kita akan makan apapun yang kita ingin makan, makan kapan pun kita ingin makan, tanpa mempedulikan apakah makanan itu baik untuk tubuh kita atau malah merusak sebagian fungsi organ tubuh kita. Kita juga jarang menyempatkan diri untuk olahraga, apalagi wanita (pengakuan diri, hehe) jarang sekali membagi waktunya yang padat itu untuk sekedar mengolahragakan diri. -__-
Maka dari itu, mulai dari sekarang sempatkanlah waktu untuk olahraga, walaupun cuma setengah jam (lumayan lama ya, 15 menit juga bolehlah… ^^), atur pola makan (jangan makan siang pada saat mau makan malam, atau sarapan di penghujung Dhuha, makanlah ketika lapar dan berhentilah sebelum kenyang), perhatikan makanan yang dimakan (makanlah makanan yang bergizi, sehat dan baik untuk tubuh kita. Jangan hanya makan ‘makanan kampus’, ‘makanan anak kost’, ataupun ‘makanan musafir’. Karena kita akan dimintai pertanggungjwaban atas apa yang kita makan, yang kelak akan berimbas pada keturunan kita. Waspadalah! Waspadalah!)

4. Finansial
Hal satu ini juga gak kalah penting untuk dipersiapkan, walaupun bukan hal yang utama namun juga merupakan hal yang penting. Khususnya untuk pria nih, bukan berarti wanita lantas cuek dengan hal ini ya. Saya punya sedikit cuplikan dari cerpen seorang teman, http://www.facebook.com/notes/ale-anwar-gmg/cerpen-pengaman-pernikahan-i-pra-nikah/293862875748
“Disamping mental untuk mengaplikasikan ilmu yang telah mereka miliki, para ikhwan juga wajib menyiapkan mental lain terkait kesiapan mereka untuk menikah, yaitu mental survive dan pantang menyerah untuk mencari maisyah. Itulah yang dimaksud dengan KESIAPAN BERMATERI. “Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf (QS Al-Baqarah : 233)”
Materi tentu saja penting, walaupun materi bukan segala-galanya, tapi segala-galanya akan sulit bergerak jika tidak ada materi, namun seandainya kita menjadikan materi sebagai patokan kesiapan seorang ikhwan untuk menikah, maka hal tersebut menjadi sangat relative. Sekarang coba tanyakan pada dirimu, kira-kira materi apa ya yang minimal harus dimiliki sebelum seorang ikhwan memutuskan bahwa dirinya telah siap untuk menikah?” Apakah sudah ada rumah meskipun masih ngontrak? Mobil? Motor?

Hmmm. Coba kita melihat satu contoh kehidupan rumah tangga pada masa Rasulullah, yaitu kehidupan rumah tangga Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra. Pada saat Ali bin Abi Thalib menikahi Fatimah, harta apa yang dimiliki oleh Ali? Hanya baju perang saja. Hanya itulah yang dimiliki oleh Ali. Apakah Fatimah protes lalu menuntut lebih dari Ali? Adakah Rasulullah keberatan untuk melepaskan putri kesayangannya menikah dengan Ali? Fatimah sadar sebagai seorang suami Ali sudah berusaha keras untuk melaksanakan kewajibannya dalam memberikan nafkah dan Ali sudah berikhtiar semampunya untuk itu, namun bukankah untuk masalah hasil merupakan urusan Allah? Masalah hasil sudah diluar kewenangan Ali. Allah lebih melihat pada proses sebab masalah hasil adalah hak-Nya.

Cukuplah mental survive dan pantang menyerah serta giat bekerja dari seorang ikhwan menjadi pertanda bahwa dia telah memiliki KESIAPAN BERMATERI. Lalu menjadi pertanyaan yang krusial adalah, bagaimana cara kita menilai bahwa seorang ikhwan telah memiliki mental survive dan pantang menyerah serta giat bekerja? Cara menilainya ialah dengan melihat kegigihannya dalam bekerja.
Mengetahui usaha-usaha apa saja yang telah dilakukannya dalam mencari nafkah, meskipun hasil dari kegigihan dan usahanya tersebut belum membuahkan hasil sebagaimana yang diharapkan. Itulah cara menilainya.
Perlu digaris bawahi, bahwa kita katakan “belum” membuahkan hasil yang diharapkan. Kita tidak menggunakan frase kata “tidak” membuahkan hasil seperti yang diharapkan, tapi frase kata “belum”. Maksudnya apa? Mengapa kita menggunakan frase kata “belum”? Tiada lain ingin menyampaikan pesan positif bahwa untuk mendapatkan hasil seperti yang diharapkan itu hanya masalah waktu. Bukan masalah ketidak mampuan sang ikhwan apalagi kemustahilan, karena dia telah memiliki modal dasar yang paling fundamental dan berharga dalam mencari maisyah yakni MENTAL SURVIVE DAN PANTANG MENYERAH.
Akan sangat berbeda ceritanya jika ia seorang yang telah memiliki kemapanan materi dan rupanya kemapanan tersebut diperolehnya karena bantuan orang tua mungkin atau warisan, sehingga belum bisa disebut sebagai ikhwan yang memiliki mental survive dan pantang menyerah sebab belum teruji.
Bukankah Allah telah berjanji bahwa dia akan memampukan hamba-Nya yang miskin apabila hamba-Nya tersebut ingin menikah? (QS An-Nur : 32) Dan tidaklah janji tersebut akan ditunaikan oleh Allah kecuali bagi hamba-hamba-Nya yang mau berikhtiar untuk mewujudkannya. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri (QS Ar-Ra’d : 11).
Lalu siapakah hamba-Nya yang pantas untuk mendapatkan janji mampu dari-Nya? Tentu saja hanya bagi hamba-hamba-Nya yang mempunyai mental survive dan pantang menyerah, sebab hal tersebut merupakan representasi ikhtiar yang sesungguhnya.

5. Sosial
Sosial?? Apaan nie maksudnya?? Maksudnya, kita harus mempersiapkan diri dengan segala perubahan yang akan terjadi ketika kita menikah, bertambahnya peran kita setelah menikah (yang dulunya hanya sebagai seorang anak, cucu, adik, kakak, murid ataupun teman, kini kita akan bertambah peran menjadi seorang istri/suami, menjadi menantu, adik/kakak ipar, menjadi ayah/ibu, menjadi paman/bibi). Apalagi ketika kita telah tinggal terpisah dengan orang tua, kita harus mampu bermasyarakat dengan baik, menjadi tetangga yang baik untuk tetangga kita (paling tidak 40 rumah ke kanan, kiri, depan dan belakang), kita harus memiliki keinginan dan usaha untuk mengubah masyarakat ke arah yang lebih baik, bukankah seorang Muslim yang paling baik adalah yang paling banyak manfaatnya untuk orang lain, jangan sampai kita hanya disibukkan dengan urusan kita sendiri sehingga tidak mempedulikan orang-orang di sekitar kita.

Itulah beberapa hal yang harus kita persiapkan sebelum memutuskan untuk menikah, insyah Allah jika kita telah menyiapkan hal tersebut di atas kita akan lebih matang dalam menjalani kehidupan berumah tangga (aamiin). Ingatlah orang yang nantinya akan mendampingi kita dalam mengarungi samudera kehidupan ini bukanlah malaikat yang tanpa cacat, bukan pula bidadari yang senantiasa nampak ‘cantik’. Ia hanya insan biasa yang pastinya memiliki banyak kekurangan, di samping ia memiliki berjuta kelebihan yang seakan tertutup karena kekurangan yang ia miliki. Bersabarlah jika si dia tidaklah sebaik seperti yang kita harapkan sebelumnya, karena itu akan jauh lebih baik bagimu. Bersyukurlah, jika ternyata dia pun jauh lebih baik dari yang pernah kita pikirkan, itu akan membuatmu ditambahkan kenikmatan yang lebih dari-Nya. Bersiaplah dengan segala perubahan yang nantinya akan kau temukan dari si dia, baik itu perubahan ke arah lebih baik ataupun kebaikannya memudar karena sesuatu.