"Demi Allah, sungguh satu orang saja diberi petunjuk (oleh Allah) melalui perantaraanmu,
maka itu lebih baik dari unta merah."
[HR. Al Bukhari]
Hadits satu ini pertama kali aku dengar saat mengikuti Training for Tutor di kampus, salah satu hadits yang membuat semangat para peserta untuk mulai mengazzamkan diri membina adik-adik kampus. Karena, bila satu saja diantara manusia yang mendapatkan petunjuk melalui kita, itu lebih baik dari unta merah, yang katanya seharga dengan kendaraan paling mahal yang ada di dunia ini. Daebak! ^^
Saya pernah membina beberapa kelompok, mulai dari Rohis SMA saya dulu, Mentoring Program Studi, Mentoring Jurusan, dan beberapa kelompok binaan lainnya. Huwaaa, keren donk yah? | Tunggu dulu, kelompok-kelompok itu pada bubar, hanya bertahan sampai beberapa waktu saja. Satu semesterlah paling lama, kemudian bubar secara teratur. -___-"
Selama beberapa waktu, saya malas membina lagi. Kecewa lebih tepatnya. Saya merasa saya bukan seorang pementor yang baik, karena selama membina saya gak melihat ada perubahan yang cukup baik yang terjadi pada binaan-binaan saya. Padahal saya sudah berusaha semaksimal mungkin untuk bisa menjadi murabbi yang baik untuk adik-adik saya, mencoba mencari cara agar adik-adik saya semakin hari semakin baik dalam amalan kesehariannya.
Sempat juga membina adik-adik SMA Swasta, ujiannya jauuuuh lebih berat dibanding ketika saya membina adik-adik di SMA saya dulunya. Anak-anaknya itu sepertinya kepaksa banget hadir di mentoring itu, bawaannya mau pulang terus. Dan apa yang saya sampaikan sepertinya cuma lewat-lewat saja, gak berbekas.
Jadinya, saya memutuskan untuk berhenti membina adik-adik itu. Kebetulan juga saya mau fokus ke pembinaan di kampus saja, karena saya juga membina satu kelompok halaqah di kampus. Saya lepaskan mentoring SMA itu. Saya jahat yah. >,<
Beberapa waktu saya gak pernah datang ke SMA itu lagi, satu per satu adik binaan saya mengirimi pesan. Ada yang bertanya kabar, ada yang bilang kangen, ada juga yang pengen bisa mentoring lagi. Aaaah, rasanya saya merasa sangat menyesal. Kenapa saya begitu egois, melepaskan amanah hanya karena merasa tidak dihargai dan dianggap sebagai pementor. :(
Sepertinya ada yang tidak beres di hati saya. Yah, saya masih berorientasi pada hasil, niat saya masih belum lurus, masih ingin mendapatkan penghargaan dari manusia. Bukankah harusnya cukup saja Allah, Rasulullah dan orang-orang mukmin yang menilai apa yang kita lakukan. Ikhlas saja, meskipun hasil yang diharapkan tidak seperti yang kita harapkan.
Karena yang perlu dan harus diingat adalah bagaimana usaha yang kita lakukan dalam proses untuk menggapai yang kita harapkan itu, bukan seperti apa hasilnya. Dan bukanlah kewajiban kita juga untuk memberi hidayah kepada orang-orang di sekitar kita, yang berhak memberi hidayah hanyalah Allah. Kita sebagai manusia hanya diwajibkan untuk menyampaikan kebaikan yang kita ketahui, bukan membuat orang itu mengikuti apa yang kita sampaikan. [QS. Al Baqarah: 272]
Saya jadi ingat sama kalimat murabbiyah saya dulunya. Katanya, "Sampaikanlah apa yang perlu untuk disampaikan, luruskanlah apa yang harus diluruskan. Tentang hasilnya seperti apa, Allah lah yang berhak memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Jika tidak sekarang, mungkin nanti di suatu hari, apa yang pernah disampaikan itu akan kembali teringat oleh mereka. Dan bisa jadi saat itulah hidayah itu menghampirinya dek. Jadi, jangan pernah berkecil hati karena binaan kita tidak bisa jadi seperti yang kita harapkan. Semua itu sudah sunnatullah, tidak semua orang akan langsung berubah, proses dan waktu bermain di sana."
Selama beberapa waktu, saya malas membina lagi. Kecewa lebih tepatnya. Saya merasa saya bukan seorang pementor yang baik, karena selama membina saya gak melihat ada perubahan yang cukup baik yang terjadi pada binaan-binaan saya. Padahal saya sudah berusaha semaksimal mungkin untuk bisa menjadi murabbi yang baik untuk adik-adik saya, mencoba mencari cara agar adik-adik saya semakin hari semakin baik dalam amalan kesehariannya.
Sempat juga membina adik-adik SMA Swasta, ujiannya jauuuuh lebih berat dibanding ketika saya membina adik-adik di SMA saya dulunya. Anak-anaknya itu sepertinya kepaksa banget hadir di mentoring itu, bawaannya mau pulang terus. Dan apa yang saya sampaikan sepertinya cuma lewat-lewat saja, gak berbekas.
Jadinya, saya memutuskan untuk berhenti membina adik-adik itu. Kebetulan juga saya mau fokus ke pembinaan di kampus saja, karena saya juga membina satu kelompok halaqah di kampus. Saya lepaskan mentoring SMA itu. Saya jahat yah. >,<
Beberapa waktu saya gak pernah datang ke SMA itu lagi, satu per satu adik binaan saya mengirimi pesan. Ada yang bertanya kabar, ada yang bilang kangen, ada juga yang pengen bisa mentoring lagi. Aaaah, rasanya saya merasa sangat menyesal. Kenapa saya begitu egois, melepaskan amanah hanya karena merasa tidak dihargai dan dianggap sebagai pementor. :(
Sepertinya ada yang tidak beres di hati saya. Yah, saya masih berorientasi pada hasil, niat saya masih belum lurus, masih ingin mendapatkan penghargaan dari manusia. Bukankah harusnya cukup saja Allah, Rasulullah dan orang-orang mukmin yang menilai apa yang kita lakukan. Ikhlas saja, meskipun hasil yang diharapkan tidak seperti yang kita harapkan.
Kita tidak pernah tahu amalan mana yang benar-benar Allah ridho terhadap kita karenanya. Benar-benar kita tidak tahu. Yang bisa kita lakukan adalah melakukan sebanyak mungkin kebajikan di wasilah-wasilah kebaikan yang ada, karena Allah...
Karena yang perlu dan harus diingat adalah bagaimana usaha yang kita lakukan dalam proses untuk menggapai yang kita harapkan itu, bukan seperti apa hasilnya. Dan bukanlah kewajiban kita juga untuk memberi hidayah kepada orang-orang di sekitar kita, yang berhak memberi hidayah hanyalah Allah. Kita sebagai manusia hanya diwajibkan untuk menyampaikan kebaikan yang kita ketahui, bukan membuat orang itu mengikuti apa yang kita sampaikan. [QS. Al Baqarah: 272]
Saya jadi ingat sama kalimat murabbiyah saya dulunya. Katanya, "Sampaikanlah apa yang perlu untuk disampaikan, luruskanlah apa yang harus diluruskan. Tentang hasilnya seperti apa, Allah lah yang berhak memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Jika tidak sekarang, mungkin nanti di suatu hari, apa yang pernah disampaikan itu akan kembali teringat oleh mereka. Dan bisa jadi saat itulah hidayah itu menghampirinya dek. Jadi, jangan pernah berkecil hati karena binaan kita tidak bisa jadi seperti yang kita harapkan. Semua itu sudah sunnatullah, tidak semua orang akan langsung berubah, proses dan waktu bermain di sana."
Satu hal lagi, setelah kita berusaha dengan ikhtiar yang paling baik. Maka do'a adalah langkah selanjutnya, do'akan slalu mereka dalam do'a-do'a kita, dalam do'a rabithah yang kita lantunkan. Semoga Allah berkenan memberi hidayahNya, semoga Allah berkenan mengistiqomahkan kita semua, dan semoga Allah berkenan menyatukan kita kelak di SyurgaNya. Aamiin allahumma aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar