“Mb, ana tuh cuma nganggep dia temen. Ga lebih kok, beneran mb! Ga mungkinlah ana ada perasaan sama dia, ana tau mb apa yang ana lakukan.” Ungkap seorang akhwat tat kala sang Murabbi mentabayuni-nya perihal kedekatannya dengan seorang ikhwan, salah seorang partner da’wah si akhwat.
Dengan bijak sang Murabbi mencoba menanggapi perkataan binaannya. Ia menghela nafas sejenak sebelum memulai untuk berkata…
“Jangan EGOIS dek!”, tuturnya singkat…
“EGOIS???? Egois gimana mb maksudnya, ana ga paham.”
“Kita sebagai manusia memiliki sisi ke-EGOIS-an yang kadang tanpa kita sadari muncul dengan sendirinya. Tidak usah jauh-jauh, ketika kita sedang melihat selembar foto yang di dalamnya terdapat deretan wajah orang-orang yang kita kenal, dan kita pun ada di dalamnya. Fenomena yang ada ialah kita hanya sibuk mencari mana wajah kita, jarang sekali kita mencari gambar orang lain terlebih dahulu sebelum kita meilhat wajah kita ada di sana. Itu salah satu wujud ke-EGOIS-an kita! Ya, seperti itulah kita.
Terkadang tanpa kita menyadarinya, kita sering berlaku EGOIS. Hanya memikirkan diri kita, perasaan kita, hati kita, dan semua tentang kita. Tanpa mempedulikan terlebih dahulu bahwa kita tidak sendirian, ada orang lain yang turut andil dalam hidup kita. Mungkin adek memang tak memiliki perasaan apa-apa pada ikhwan itu, karena adek hanya menganggapnya teman atau saudara seiman, sehingga adek dengan leluasa bersikap seolah si ikhwan juga memiliki dan merasakan hal yang sama dengan apa yang adek rasakan dan pikirkan. Padahal kita takkan pernah tau apa yang ada di dalam hati seseorang, namun kita seolah paling tau, tanpa mengingat bahwasanya hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui, apa yang nyata dan yang tak nyata.
Mungkin saja tanpa kita ketahui, ikhwan itu menaruh hati pada sikap kita yang apa adanya, pada tutur kata kita, pada gerak-gerik kita, pada pola pikir kita, dll. Kedekatan kita selama ini dengan dia telah menimbulkan perasaan nyaman saat dia bersama kita, membuat dia sulit untuk jauh dari kita, dan beragam alasan lainnya yang menyebabkan si dia hingga kini selalu mencari alasan tuk dekat dengan kita. Kita memang tak boleh bersu’udzhon pada orang lain, namun kita juga tidak boleh lengah atas perangkap-perangkap syaithan yang senantiasa mengintai kita, ia punya beribu macam cara tuk menjadikan kita jauh dari-Nya. Ia ingin mencari teman sebanyak mungkin tuk menemaninya di Neraka kelak, mudah sekali baginya membuat apa yang kita pandang menjadi sesuatu yang benar, meskipun hal itu ialah kesalahan yang nyata.
Mb yakin adek bisa mengerti apa yang mb maksudkan dengan JANGAN EGOIS!! Pikirkanlah orang lain, tidak semua orang seperti adek, yang bisa menjaga hati, membatasi interaksi, menahan gejolak-gejolak hati, pun mampu memanajemen hati dengan baik. Banyak orang di luar sana yang gampang sekali terpaut hatinya pada seseorang, meskipun orang itu baru dikenalnya, dan juga tidak sedikit orang yang sulit sekali menaruh hati pada seseorang, walaupun ia telah lama mengenal dan bersama orang itu.
Jadi, mb sarankan batasi interaksi dengan seorang IKHWAN! Kenapa mb menekankan IKHWAN, karena akhwat lebih cenderung dengan ikhwan, begitupun sebaliknya. Kalo dengan orang awam mungkin kita akan biasa aja, tapi tidak menutup kemungkinan orang awam juga menginginkan orang seperti kita. Wallahu’alam Bishowab…”
NB: Ana pikir kita semua telah cukup DEWASA tuk mengetahui mana yang baik dan kurang baik untuk kita… Maka dari itu, JAGA HIJAB donk!!! Tapi bukan berarti EKSKLUSIF, karena hal itu juga tidak baik untuk dakwah maupun untuk kita…
Apalagi dengan sesama ikhwah, harusnya sudah sama-sama tau lah apa yang dimaksud dengan hijab, bagaimana berinteraksi dengan partner dakwah tanpa membuat hijab kita menjadi terlalu longgar, hingga kita tak ada bedanya dengan mereka yang belum mengerti apa itu hijab…
Sumber: Cerita Teman-ku